Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)
Zaki menjelaskan, para konstituen partai mengkhawatirkan apabila tokoh sentral partainya tidak maju sebagai capres, dapat berpengaruh pada merosotnya suara partai mereka pada Pileg 2024.
"Sebagai gambaran, perolehan suara Partai Golkar terus anjlok saat partai ini tidak memajukan kadernya sebagai capres atau cawapres pada Pilpres 2014 dan 2019. Pada Pilpres 2014, saat masih memiliki kader sebagai cawapres (Jusuf Kalla) Partai Golkar masih mampu meraih suara 14,75 persen. Namun di Pemilu 2019 suara Partai Golkar merosot menjadi 12,57 persen karena tak ada kadernya yang ikut kandidasi Pilpres," kata dia.
Dia menilai, nasib yang sama dialami Demokrat yang absen dalam kandidat Pilpres 2014 dan 2019. Pada Pemilu 2014 suara partai besutan SBY itu terjun bebas menjadi 10,90 persen (pada Pemilu 2009 sebesar 20,85 persen). Sementara di Pemilu 2019, perolehan suara Partai Demokrat anjlok lagi menjadi 7,77 persen akibat sikap netral partai tersebut dalam kontestasi Pilpres 2019.
"Di lain pihak, Gerindra yang selalu mengajukan tokohnya dalam Pilpres 2009, 2014 dan 2019, terus mengalami kenaikan suara yang cukup signifikan," tutur Zaki.