Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250912-WA0019.jpg
Presiden Prabowo Subianto mengunjungi Sekolah Rakyat Menengah Atas Margaguna, Jakarta, Kamis (11/9/2025) (dok. BPMI Sekretariat Presiden)

Intinya sih...

  • Sekolah Rakyat program paling disukai oleh masyarakat

  • Makan Bergizi Gratis perlu evaluasi dan perbaikan

  • Kinerja Prabowo masih mendapat penilaian positif dari pengguna medsos

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Survei Indonesia Social Insight (Idsight) menunjukkan, Sekolah Rakyat jadi program prioritas Presiden Prabowo Subianto yang mendapat penilaian positif tertinggi dari masyarakat. Riset ini dibuat dengan menjaring persepsi masyarakat di berbagai media sosial pada rentang waktu 24 September sampai 3 Oktober 2025.

Hasilnya, Sekolah Rakyat berada di peringkat pertama dengan raihan skor 62,4 persen. Kemudian posisi kedua, ada program cek kesehatan gratis dengan 58,7 persen.

1. Makan Bergizi Gratis diurutan ketiga, butuh evaluasi

Wapres Gibran Rakabuming Raka saat berkunjung ke Sekolah Rakyat Menengah Pertama 4 Padang (Youtube/Wakil Presiden Republik Indonesia)

Direktur Komunikasi Idsight, Johan Santosa mengatakan, program makan bergizi gratis (MBG) yang paling banyak mendapat sorotan berada di peringkat ketiga. Sebanyak 51,3 persen menilai positif program MBG. Di sisi lain, penilaian negatif pun cukup tinggi mencapai 43 persen, sedangkan sisanya cenderung netral.

“Menduduki peringkat 3 besar penilaian terhadap program prioritas Prabowo-Gibran, publik mendesak dilakukannya evaluasi dan perbaikan terhadap program makan bergizi gratis (MBG),” kata Johan dalam keterangan, Kamis (23/10/2025).

2. Program lainnya masih di bawah 50 persen

Penampakan Koperasi Merah Putih Kelurahan Sukarame yang ditempatkan di warung usaha warga. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Urutan keempat, ada program Sekolah Unggulan Garuda yang meraih 48,8 persen. Lalu diikuti berturut-turut ada program swasembada pangan, energi, dan air dengan 45,3 persen dan pembangunan 3 juta rumah melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan/FLPP dapat skor 42,8 persen.

“Terakhir adalah program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KLMP) atau Kopdes yang mendapat penilaian positif sebanyak 37,2 persen,” pungkas Johan.

Namun, penilaian negatif terhadap program Kopdes juga cukup tinggi, mencapai 50,3 persen.

3. Pengguna medsos menilai kinerja setahun Prabowo masih positif

Presiden Prabowo Subianto (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Dalam riset itu, Idsight juga mengungkap, publik memberikan nilai positif terhadap kinerja Presiden Prabowo dengan skor 77,5 persen. Hanya 10,1 persen yang menilai secara negatif, dan sisanya cenderung bersikap netral.

"Penilaian tersebut masih terbilang tinggi, jika melihat penurunan yang sempat dialami pada triwulan II yakni 74,6 persen dan triwulan III 72,2 persen. Meskipun demikian, angkanya masih di bawah penilaian pada 100 hari pemerintahan yang tembus di atas 80 persen," ucap Johan.

Sementara, penilaian terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka cenderung stabil. Namun terjadi penurunan sedikit pada triwulan II dan III.

Penilaian positif terhadap Gibran kini bertengger pada angka 75,8 persen, di mana penilaian negatif sebesar 15,6 persen dan sisanya netral.

Johan menjelaskan, penilaian publik terhadap kinerja Prabowo-Gibran dipengaruhi oleh berbagai program prioritas yang digenjot di setahun pertama kepemimpinannya. Di antaranya yang paling menonjol adalah makan bergizi gratis (MBG). Kasus mengenai keracunan MBG jadi salah satu dampak penilaian negatif masyarakat terhadap kinerja Prabowo-Gibran.

“Selain itu publik juga mempertanyakan janji penciptaan 19 juta lapangan kerja yang dilontarkan pada debat Pilpres,” ujar Johan.

Meski begitu, penilaian publik berangsur membaik setelah Prabowo menyampaikan pidato pada sidang Majelis Umum PBB di New York dengan menyerukan perdamaian antara Palestina dan Israel.

“Tampilnya kembali Indonesia di panggung dunia membangkitkan kebanggaan bagi publik,” imbuh Johan.

Editorial Team