Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)
Silas menilai, Putusan PN Jakpus untuk menjadwalkan ulang tahapan pemilu merupakan kekeliruan fatal, di luar logika hukum, dan tidak memiliki dasar hukum yang cukup untuk dilaksankan. Mengingat penjadwalan ulang tahapan pemilu tidak hanya berdampak pada penundaan pemilu, namun juga berimbas kepada seluruh tahapan dan lembaga yang terlibat.
"Berdampak pada perubahan keseluruhan jadwal pemilu yang ada di KPU RI hingga Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat desa, Bawaslu RI hingga Panwaslu Kelurahan/Desa, DKPP, perubahan-perubahan anggaran pemilu di Kementerian Keuangan, perubahan keputusan-keputusan DPR dan pemerintah bersama KPU dan Bawaslu mengenai jadwal tahapan Pemilu 2024 dan juga berdampak pada kerugian langsung hak-hak konstitusional para peserta pemilu," jelas dia.
Dia menegaskan, karena pemilu adalah murni perintah konstitusional dan wujud kehendak rakyat dalam rangka mengakhiri periodisasi jabatan, maka penjadwalan ulang tahapan pemilu dimaknai sebagai pengingkaran terhadap kehendak rakyat dan gangguan kepada agenda konstitusi UUD 1945 yang wajib dijalankan secara periodik.
"Jika Putusan 757 PN Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dilaksanakan, maka terjadi ketidakpastian pelaksanaan pemilu dalam waktu lama, apalagi untuk menjadwalkan ulang tahapan pemilu, KPU wajib melibatkan DPR, pemerintah, Bawaslu, kementerian dan lembaga, termasuk TNI-Polri," imbuh dia.