(Wajah Djoko Tjandra ketika difoto untuk dapat KTP Elektronik) Istimewa
Djoko Tjandra merupakan buron sejak 2009 dan dikabarkan ada di tanah air sejak tiga bulan lalu. Keberadaan buron kelas kakap kasus pengalihan (cessie) tagihan piutang Bank Bali itu di dalam negeri membuat publik mempertanyakan kinerja imigrasi dan lembaga hukum negeri ini. Sebab, Djoko belum juga ditangkap sejak red notice dari Interpol terbit pada 2009.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2008 sempat memvonis bebas Djoko Tjandra. Namun, Kejaksaan Agung tidak terima atas vonis itu dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Hasilnya, Djoko Tjandra dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi hak tagih Bank Bali, dan dijatuhi vonis dua tahun penjara. Hakim Agung ketika itu juga memerintahkan agar Djoko membayar denda Rp15 juta dan uang Rp546 miliar di Bank Bali.
Dikutip dari laman kejaksaan.go.id, Djoko Tjandra mendapatkan paspor dari Papua Nugini setelah menjadi warga negara Papua Nugini.
"Dalam paspornya ia bernama Joe Chan," ungkap Wakil Jaksa Agung Darmono di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, 17 Desember 2012.
Meskipun Djoko Tjandra sudah menyandang status kewarganegaraan Papua Nugini melalui jalur naturalisasi, tetapi ia jarang berada di negara barunya tersebut. Tercatat, Djoko hanya empat kali berada di Papua Nugini sepanjang 2012.
Darmono menjelaskan, berdasarkan hasil kunjungan tim terpadu ke Papua Nugini, diketahui Djoko Tjadra tidak memiliki tempat tinggal di negara itu.
"Ia tidak punya tempat tinggal di Papua Nugini, rumahnya berada di Singapura," ucap dia.
Mantan Direktur Era Giat Prima itu meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkara cessie Bank Bali.
Djoko diduga memberikan keterangan palsu bahwa dia tidak memiliki masalah hukum di Indonesia, hingga ia sukses menyandang status warga Papua Nugini. Padahal, di Indonesia ia berstatus buron.