Eksekusi cambuk di Kota Banda Aceh (IDN Times/Saifullah)
Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak Aceh menilai penerapan hukum cambuk kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak dianggap kurang tepat. Hukuman tersebut dinilai belum tentu memberikan efek jera terhadap pelaku dan malah dinilai akan merugikan korban secara psikis.
“Jika hanya menerapkan hukum cambuk, ini nantinya akan sangat merugikan dan berdampak trauma berkepanjangan bagi korban. Sebab rata-rata korban -kekerasan seksual- itu kenal dengan pelakunya,” ujar Ayu.
“Jika pelakunya hanya dijerat cambuk, setelah selesai dicambuk dia -pelaku- kembali ke masyarakat dan korban bertemu dengan pelaku, ini bisa membuat korban kembali trauma. Akhirnya, belum lagi psikologisnya sembuh, ia harus kembali melihat pelaku.”
Seperti yang diketahui, Provinsi Aceh melalui keistimewaannya memiliki aturan khusus terkait pidana kasus kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 46 dan 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat (Jinayah).
Berikut bunyi dari pasal yang membahas mengenai hukuman bagi pelaku kekerasan maupun pelecehan seksual:
Bagian Keenam, Pelecehan Seksual
Pasal 46 berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah pelecehan seksual, diancam dengan uqubat tazir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan.
Pasal 47 berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah pelecehan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terhadap anak, diancam dengan uqubat tazir cambuk paling banyak 90 (sembilan puluh) kali atau denda paling banyak 900 (sembilan ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 90 (sembilan puluh) bulan.
Dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, sebenarnya dikatakan Ayu, juga mengatur tentang hukuman bagi para pelaku. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 4 poin 4 yang berbunyi uqubat tazir utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri dari (a) cambuk; (b) denda; (c) penjara; dan (d) restitusi.
“Meski demikian bukan yang dikedepankan itu adalah cambuknya, tetapi juga bisa memberikan efek jera, misalnya dipakai hukuman penjara,” tegasnya wakil ketua Komisi Pengawasn dan Perlindungan Anak Aceh tersebut.