Pasca-kericuhan di rutan narapidana teroris (naptar) Mako Brimob Depok, polisi memburu dan menyergap sejumlah teroris. Tim Densus 88 Antiteror setidaknya menangkap delapan terduga teroris di Bekasi dan Sukabumi. Pasca teror bom Surabaya, polisi juga menembak mati lima terduga teroris yang disebut-sebut kaki tangan Dita. Mereka diduga anggota jaringan JAD.
Dari peristiwa itu, polisi masih bertindak reaktif, bukan antisipatif. Polisi baru dapat menangkap terduga pelaku teror jika terduga pelaku teror sudah melakukan aksinya. Polri beralasan hal itu karena terkendal UU Terorisme. Karena itu, Polri mendesak agar undang-undang tersebut segera direvisi.
Namun, pengesahan RUU Terorisme di DPR masih menjadi kontroversi. Ada pihak yang menyebut, pengesahan RUU Terorisme bakal kembali pada Orde Baru. Undang-undang ini dikhawatirkan 'disalahgunakan' untuk mengkriminalisasikan pihak tertentu.
Keterlibatan TNI dalam menangani terorisme di Indonesia, juga dikhawatirkan akan tumpang tindih. Hal lain yang masih menjadi perdebatan adalah devinisi terorisme itu sendiri.
Sementara, di lain sisi banyak pihak menilai teror bom di Jawa Timur menjadi momen yang tepat untuk mendorong pemerintah dan DPR, untuk segera mengesahkan RUU Terorisme. Peristiwa ini menjadi sinyalmen bahwa tidak ada kata toleransi bagi pelaku tindak teror.
Bahkan, pemerintah akan mengeluaran Perppu jika DPR tak segera merampungkan undang-undang tersebut. Pemerintah dan DPR pun kini memilih akan segera merampungkan RUU Terorisme ketimbang membuat Perppu tentang terorisme, dengan alasan mendesak.
Karena merampungkan RUU Terorisme diperkirakan akan memakan waktu sebentar ketimbang membuat Perppu. Polri juga setuju jika TNI dilibatkan dalam penanganan terorisme.
Anggota Panitia Khusus Revisi Undang-undang Anti Terorisme DPR RI Risa Mariska mengatakan, sebelum penutupan masa sidang, perdebatan rapat Panja terkait definisi terorisme.
"Sebetulnya kekurangan yang selama ini ada dalam praktek pemberantasan terorisme sudah diakomodir dalam RUU ini, hanya permasalahannya terkait definisi terorisme yang belum sepakat karena masih simpang siur," ujar Risa dalam diskusi bersama Setara Institute bertajuk 'Nasib Pembahasan RUU Terorisme' di Senayan, Jakarta, Senin (14/5).
Menurut Risa, beberapa Anggota Pansus RUU Anti Terorisme dan Komisi III DPR menginginkan adanya frasa motif politik, ideologi, dan ancaman negara ke dalam RUU ini. Namun, ada juga yang menginginkan frasa tersebut ditiadakan.
"Kalau definisi terorisme dijabarkan secara rinci, tentu akan membatasi kewenangan negara dalam hal ini aparat Kepolisian, dari fraksi kami menolak adanya definisi terorisme untuk masuk dalam rumusan RUU," ujar anggota DPR RI dari Fraksi PDIP ini.
"Terakhir yang tentu jadi perdebatan adalah judul. Judul belum disepakati. Hal-hal penting yang krusial ini ditentukan di akhir pembahasan," Risa melanjutkan.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo juga berjanji untuk segera merampungkan RUU Terorisme bulan ini. Lebih cepat sebulan dari target yang diminta Presiden Joko 'Jokowi' Widodo yang meminta aparat menindak tegas jaringan teroris di Indonesia dan merampungkan RUU Terorisme.
"Kami mengimbau pemerintah untuk sepakat bulat dan tidak mempermasalahkan perbedaan, sehingga besok pada masa sidang, kita bisa melanjutkan pembahasaan RUU Terorisme," kata Bambang di markas Polrestabes Surabaya, Senin (14/5).
Sementara, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan, kolaborasi TNI dengan Polri dalam menindak terorisme adalah memperkuat tindakan pencegahan yang biasanya dilakukan Kepolisian.
"Kolaborasi Kepolisian dengan TNI adalah TNI memperkuat langkah-langkah represif yang akan di jalankan oleh Kepolisian, itu poinnya. Kepada mereka yang saat ini telah dalam menyusun dalam bentuk sel-sel itu telah diketahui sepenuhnya oleh Kepolisian," kata Moeldoko di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Senin (14/5).
Pemerintah juga menjamin pengesahan RUU Terorisme tidak akan kembali pada masa Orde Baru. "Sudahlah itu saya kira. Saya jamin tidak akan kembali ke sana (Orde Baru). Itu sudah selesai masa itu," ucap Menko Polkum Wiranto.
Wiranto menambahkan perlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang No 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI). Terorisme memang tidak bisa dihadapi secara setengah-setengah, tetapi harus dihadapi secara total, dan melibatkan semua pemangku kepentingan.