Makam Teuku Nyak Arief, Pahlawan Nasional Indonesia asal Aceh (IDN Times/Saifullah)
Awal kemerdekaan Indonesia, ada banyak persoalan yang terjadi, baik persoalan sipil maupun keamanan. Tak hanya gangguan dari negara kolonial yang ingin kembali menjajah, dari bangsa sendiri kerap terjadi gejolak.
Di Aceh, sempat terjadi persaingan antara kaum bangsawan dan religius. Kaum religius yang juga membawahi laskar Mujahiddin dan Pesindo pada saat itu, ingin Teuku Nyak Arief mundur sebagai residen. Bahkan, TPR (Tentara Perlawanan Rakyat) kala itu juga mendukung.
Teuku Nyak Arief yang juga merupakan seorang bangsawan, mendapat isu-isu propaganda yang tidak diinginkan. Tidak hanya menginginkan agar ia diberhentikan dari jabatannya, namun juga residen Aceh itu diminta untuk diasingkan ke Takengon.
Kebijaksanaan dan tidak haus akan jabatan dari seorang Teuku Nyak Arief pun terlihat. Menghindari adanya peperangan antara sesama anak bangsa, ia akhirnya menyerahkan jabatan yang baru diembankannya tersebut. Tujuannya demi kepentingan mempersatukan rakyat.
Sejak saat itu, Teuku Nyak Arief diasingkan oleh bangsa sendiri ke wilayah Takengon. Kota itu, menjadi kota terakhir yang didiami olehnya sebelum adzal menjemput pada 4 Mei 1946. Meski meninggal dunia di kota dingin, namun pemakaman dan kuburnya tetap ditempatkan di kawasan Lamnyong, Kota Banda Aceh. Makam itu hanya berjarak 1,4 kilometer dari kediamannya.
Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalaman unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di saat mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.