Jakarta, IDN Times - Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mengaku heran dengan prosedur yang diterapkan oleh personel kepolisian ketika mengamankan aksi demo pada Kamis, 28 Agustus 2025 lalu. Sebab, tugas utama mereka menjaga obyek vital gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, pada praktiknya, anggota Brimob justru terlihat mengejar pendemo hingga ke Jalan Pejompongan Raya. Mereka turut mengerahkan kendaraan taktis Barracuda ke lokasi tersebut.
"Penempatan kendaraan taktis seharusnya dekat dengan obyek vital dan posisinya tidak di depan (berhadapan dengan massa). Harusnya (posisi rantis) ada di belakang pasukan huru-hara dan levelnya (kendaraan rantis) dikerahkan untuk tindakan yang ke sekian kalinya. Jadi, tak boleh berhadapan langsung dengan massa aksi," ujar Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana, ketika memberikan keterangan pers di kantor KontraS, Jakarta Pusat pada Rabu (10/9/2025).
Ia menambahkan, prosedur yang diterapkan oleh polisi dalam menghadapi massa pada akhir Agustus 2025 lalu janggal. Sebab, ketika itu, gas air mata sudah ditembakkan ke arah massa untuk membubarkan mereka.
"Seharusnya mobil Barracuda tak perlu mengejar massa. Brimob cukup kembali ke formasi awal. Rantis itu di belakang, sedangkan pasukan huru hara di depan," kata dia.
Sebelum rantis Brimob melindas pengemudi ojek daring Affan Kurniawan, kondisi jalan di area Pejompongan terlihat lengang. Di dalam video yang ditelusuri oleh TAUD, mobil rantis malah mengejar massa dan melaju zig zag.
"Oleh sebab itu, penempatan kendaraan taktis tidak sesuai dengan pedoman pengendalian massa seperti yang ada di dalam perundang-undangan dan ketentuan internal kepolisian sendiri," kata dia.
TAUD merilis hasil investigasi awal soal kematian Affan yang tragis. Mereka menganalisis banyak video di media sosial dan yang diperoleh dari saksi. TAUD berharap informasi yang mereka rilis bisa menjadi sumber data lainnya selain yang dirilis oleh pihak kepolisian.