Jakarta, IDN Times - Tim percepatan reformasi hukum yang dibentuk Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, mengirimkan surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo, agar menolak revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota tim, Bivitri Susanti, mengatakan bila undang-undang itu diteken, maka akan semakin membuat hakim konstitusi tidak lagi memiliki independensi. Apalagi sebelumnya sudah ada cawe-cawe terhadap hakim konstitusi terkait penetapan syarat capres dan cawapres.
"Kami, individu-invidu dari kalangan masyarakat sipil yang berhimpun sebagian di dalam anggota tim percepatan reformasi hukum Kemenko Polhukam, bermaksud meminta kepada Presiden RI untuk menolak menyetujui pembahasan revisi UU MK," demikian isi surat terbuka yang dikutip, Rabu (6/12/2023).
Revisi undang-undang tersebut saat ini tengah digodok bersama DPR RI dengan pemerintah. Bivitri menyebut permintaan agar Jokowi menolak isi revisi UU MK yang tengah dibahas di parlemen itu, sesuai rekomendasi yang pernah disampaikan pada 14 September 2023 di Istana Bogor.
Saat itu, total ada 150 rekomendasi jangka pendek dan menengah yang disampaikan kepada mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
"Revisi ini akan semakin memperlemah independensi hakim konstitusi yang telah jadi sorotan, termasuk akibat kontroversi penghentian hakim konstitusi oleh parlemen pada 2022 lalu," kata pakar hukum tata negara itu.
Salah satu poin di dalam revisi UU MK yang ditentang anggota tim percepatan reformasi hukum, yakni mengenai pengaturan batas usia yang bersifat retroaktif.
Dalam Pasal 87 huruf a dan b UU MK versi revisi tertulis, hakim konstitusi yang telah menjabat 5-10 tahun melanjutkan jabatannya sampai dengan 10 tahun, bila disetujui lembaga pengusul.
Sementara, hakim konstitusi yang sudah menjabat lebih dari 10 tahun berakhir mengikuti usia pensiun 70 tahun selama masa jabatannya tidak melebihi 15 tahun.
Contoh nyata lainnya di mana hakim konstitusi sudah tak lagi independen menimpa Aswanto. Ia dicopot parlemen lantaran dianggap sering membatalkan undang-undang yang sudah dibahas parlemen. Aswanto merupakan hakim konstitusi yang diajukan DPR pada 2019.