Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Wahyu Yudhayana. (IDN Times/Alya Achyarini)
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Wahyu Yudhayana. (IDN Times/Alya Achyarini)

Intinya sih...

  • Penebalan keamanan dilakukan hingga situasi benar-benar kondusif

  • Pengamanan DPR yang turut libatkan TNI dikritik koalisi sipil

  • Gedung DPR bukan simbol kedaulatan negara

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (AD), Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengklaim pengerahan prajurit TNI untuk pengamanan Jakarta dan sejumlah wilayah lain pascademo berujung ricuh pada akhir Agustus 2025 tidak melanggar aturan. Peraturan yang dirujuk adalah Undang-Undang nomor 3 tahun 2025 khususnya soal Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

"Di dalam tugas-tugas OMSP itu yakni kami memberikan perbantuan kepada pihak kepolisian dan pemerintah daerah. Hal itu termasuk mengamankan objek vital," ujar Wahyu di Silang Monas, Jakarta Pusat pada Sabtu (20/9/2025).

Ia menambahkan TNI baru bergerak bila ada permintaan dari pemerintah daerah, otoritas sipil dan kepolisian untuk melaksanakan pengamanan suatu kegiatan atau situasi di area tertentu. Bila permintaan itu ada, maka TNI tak akan menolak.

"Jadi, yang dilaksanakan oleh TNI dan TNI AD itu sesuai regulasi dan ketentuan yang berlaku. Semuanya atas dasar permintaan. Kami tidak mengambil alih (tugas untuk memelihara keamanan)," kata jenderal bintang satu itu.

Penebalan pengamanan itu terlihat dengan jelas di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejumlah alutsista dan kendaraan taktis terlihat terparkir di sana. Keberadaan anggota TNI terjadi sejak demo berujung ricuh pada akhir Agustus 2025 lalu.

Hingga kapan TNI melakukan perbantuan bagi kepolisian?

1. Penebalan keamanan dilakukan hingga situasi benar-benar kondusif

TNI menjaga ketat Gedung DPR RI. (IDN Times/Amir Faisol)

Sementara, ketika IDN Times tanyakan sampai kapan memberikan bantuan pengamanan bagi polisi berlangsung, Wahyu menyebut hal itu akan diputuskan bersama oleh TNI dan pihak kepolisian. "Nanti, sama-sama akan dibuat suatu kesimpulan bagaimana proses selanjutnya. Soal tenggat waktu ini kan atas dasar masukan dan assessment tentang situasi yang ada di lapangan," kata jenderal bintang satu itu.

Bahkan, pihak intel dari kepolisian dan TNI juga dapat memberikan input soal situasi di Tanah Air. "Apakah ke depan pengamanan semacam ini masih berlanjut, maka di situ lah menggunakan pertimbangan tadi. Apakah kemudian akan ada penarikan pasukan, pengurangan waktu atau dianggap sudah berakhir (penebalan pengamanan)," tutur dia.

2. Pengamanan DPR yang turut libatkan TNI dikritik koalisi sipil

Ketua Badan Pekerja Centra Initiative, Al Araf di acara peluncuran Jurnal Prisma di Perpustakaan Nasional. (IDN Times/Santi Dewi)

Pengamanan Gedung DPR yang turut melibatkan TNI dikritik oleh kelompok masyarakat sipil. Dalam pandangan mereka, keterlibatan anggota TNI di dalam gedung parlemen tak sejalan dengan tuntutan rakyat 17+8. Di dalam tuntutannya, publik menginginkan agar TNI tak lagi mencampuri ruang kehidupan sipil.

"Tuntutan 17+8 menginginkan agar pemerintah menghentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil dan mengembalikan TNI ke barak," ujar koalisi masyarakat sipil di dalam keterangan tertulis, Jumat (19/8/2025).

Ketua Badan Pekerja Centra Initiative, Al Araf, yang turut tergabung di dalam koalisi masyarakat sipil menekankan pengamanan Gedung DPR bukan menjadi tugas TNI. Konstitusi dan Undang-Undang TNI telah mengatur bahwa TNI bertugas di bidang pertahanan negara.

"Sedangkan, urusan keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan ranah kepolisian. Pengamanan gedung DPR RI adalah bentuk penyimpangan dari fungsi dan tugas pokok TNI," kata dia.

3. Gedung DPR bukan simbol kedaulatan negara

Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali mengunjungi prajurit marinir TNI AL yang bertugas di Gedung DPR. (Dokumentasi TNI AL)

Di sisi lain, Al Araf juga mengingatkan Gedung DPR bukan merupakan simbol kedaulatan negara. Gedung parlemen, kata dia, merupakan simbol perwakilan rakyat.

"Maka menjadi wajar apabila DPR RI menjadi obyek kritik maupun aksi demonstrasi dari masyarakat ketika dianggap melakukan kekeliruan," ujar Al Araf.

Ia menambahkan, dengan menempatkan TNI untuk menjaga DPR RI justru memberikan kesan mengancam dan intimidasi terhadap masyarakat yang ingin menyampaikan kritik serta aspirasinya.

"Menteri Pertahanan seharusnya fokus pada penguatan TNI di bidang pertahanan bukan menyeret TNI ke dalam urusan keamanan dan ketertiban masyarakat," kata dia.

Editorial Team