Dianggap sebagai sarang teroris berkomunikasi di dunia maya, pemerintah akhirnya memblokir aplikasi pesan instan Telegram. Tak pelak, upaya yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika ini mendapatkan protes dari sejumlah pihak.
BBC.com, (17/7) memberitakan bahwa temuan tersebut mencuat setelah adanya kasus teror bom di kawasan MH Thamrin, Kampung Melayu, serta penikaman terhadap dua anggota Brimob di Masjid Falatehan, Kebayoran Baru. Polisi menemukan adanya komunikasi via Telegram antara pemimpin ISIS Asia Tenggara, Bahrun Naim dengan pelaku. Dugaan itu pun dibenarkan oleh Kapolri, Jenderal Tito Karnavian. Selama ini, kata dia, Telegram menjadi pilihan teroris karena enkripsi yang ada di dalamnya mampu melindungi pemilik akun dari tindak penyadapan.
Pemerintah Indonesia pun membantah bahwa langkah ini merupakan upaya buru-buru. Sebab, sebelumnya mereka telah mengirimkan surat kepada pimpinan Telegram tentang adanya indikasi penggunaan Telegram oleh kelompok radikal. Namun, permintaan untuk melakukan pemblokiran akun-akun teroris tak digubris oleh Telegram.