Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi haji (pexels.com/Zawawi Rahim)
ilustrasi haji (pexels.com/Zawawi Rahim)

Intinya sih...

  • Anggota DPR menanggapi penolakan izin umrah mandiri oleh pelaku usaha biro perjalanan dalam negeri

  • Legalitas umrah mandiri melalui platform Nusuk menjadi perubahan besar dalam ekosistem penyelenggaraan ibadah umrah

  • DPR dan pemerintah sepakat mengesahkan UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VIII DPR RI, Dini Rahmania merespons soal izin umrah mandiri yang menuai penolakan di kalangan pelaku usaha biro perjalanan dalam negeri. Ia mencermati potensi dampak ekonomi yang dikhawatirkan imbas berlakuknya umrah mandiri.

Dini mengatakan, bila skema umrah mandiri dibiarkan tanpa regulasi turunan yang jelas, maka manfaat ekonomi dari sektor ini bisa lari ke luar negeri, sementara industri perjalanan umrah nasional kehilangan daya saing.

"Saya di Komisi VIII akan meminta Kementerian Haji dan Umrah menyusun regulasi turunan yang menjamin adanya keseimbangan antara inovasi digital dan keberlanjutan ekosistem penyelenggara umrah nasional," kata Dini kepada wartawan, Selasa (28/10/2025).

1. Mekanisme pengawasan harus diperkuat

ilustrasi haji (pexels.com/Muhammad Khawar Nazir)

Dini mengatakan, legalisasi umrah mandiri melalui platform Nusuk menjadi perubahan besar dalam ekosistem penyelenggaraan ibadah umrah. Namun, kemudahan akses digital ini tidak boleh menghilangkan aspek tanggung jawab dan perlindungan hukum bagi jamaah.

Kementerian Haji dan Umrah harus memastikan adanya mekanisme pengawasan, verifikasi, dan mitigasi risiko, baik bagi jamaah yang berangkat secara mandiri maupun melalui penyelenggara.

"Kami memahami dan menghargai kekhawatiran yang disampaikan oleh AMPHURI dan asosiasi penyelenggara perjalanan ibadah umrah lainnya," kata Legislator Fraksi Partai NasDem itu.

2. Hormati wacana gugatan UU PIHU ke MK

ilustrasi umrah (unsplash.com/Khawaja Umer Farooq)

Dini turut menanggapi wacana judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menghormati langkah hukum yang ditempuh asosiasi, karena itu bagian dari hak konstitusional warga negara.

Ia mengakui, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) masih bisa dioptimalkan melalui peraturan pelaksana yang lebih rinci, bukan harus langsung direvisi.

"Komisi VIII akan terus mengawal agar transformasi digital dalam penyelenggaraan umrah tidak menimbulkan korban baru di lapangan—baik jamaah maupun pelaku usaha—melainkan menjadi sarana peningkatan efisiensi, transparansi, dan pelayanan umat," kata dia.

3. Pemerintah legalkan umrah mandiri

Ilustrasi umrah (unsplash.com/alswedi07)

DPR dan pemerintah sepakat mengesahkan UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah ibadah umrah mandiri dilegalkan tanpa melalui biro perjalanan atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Ketentuan ini tertuang dalam pasal 86 UU PIHU yang baru, perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu lewat PPIU, secara mandiri, atau melalui menteri dalam kondisi luar biasa.

Frasa “secara mandiri” ini merupakan ketentuan baru yang tidak diatur dalam UU PIHU versi lama tahun 2019, umrah hanya bisa dilakukan melalui PPIU atau pemerintah. Berikut perbandingan pasal versi lama dan versi baru yang memuat ketentuan umrah mandiri:

UU Nomor 8 Tahun 2019 Pasal 86

(1) Perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan secara perseorangan atau berkelompok melalui PPIU.

(2) Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah dilakukan oleh PPIU.

(3) Selain oleh PPIU, penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan oleh Pemerintah.

(4) Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan jika terdapat keadaan luar biasa atau kondisi darurat.

(5) Keadaan luar biasa atau kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Presiden.

UU Nomor 14 Tahun 2025 Pasal 86

(1) Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan:

a. melalui PPIU;

b. secara mandiri; atau

c. melalui Menteri.

(2) Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah melalui Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan jika terdapat keadaan luar biasa atau kondisi darurat.

(3) Keadaan luar biasa atau kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Presiden.

Editorial Team