Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin (tengah). (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin (tengah). (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Intinya sih...

  • Komnas HAM menyesalkan putusan bebas eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin yang didakwa melakukan TPPO
  • Putusan dianggap tidak memenuhi hak atas keadilan, melanggengkan impunitas bagi pelaku TPPO, terutama pelaku oknum aktor negara
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan putusan bebas bagi eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin yang didakwa melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Putusan yang dibacakan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Stabat itu dianggap tidak memenuhi hak atas keadilan. Terutama bagi keluarga korban yang sudah meninggal dunia. 

"Putusan yang membebaskan terdakwa dalam kasus kerangkeng manusia tersebut menjadi kontra produktif di tengah upaya Pemerintah Indonesia yang sedang memerangi TPPO. Apalagi TPPO sudah dinyatakan sebagai kejahatan yang extra ordinary," ujar Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah di dalam keterangan tertulis, Rabu (10/7/2024). 

Anis merupakan salah satu pihak yang melaporkan temuan kerangkeng manusia di kediaman Terbit ketika masih menjabat sebagai Bupati Langkat. Kerangkeng manusia berukuran 6X6 meter itu digunakan untuk memenjarakan pekerja kebun kelapa sawit milik Terbit. 

Namun, Terbit berdalih kerangkeng manusia itu merupakan sel pembinaan bagi pelaku penyalahgunaan narkoba. Polisi membantah dalih Terbit dan menyebut sel pembinaan itu tidak memiliki izin.

1. Putusan bebas bagi eks Bupati Langkat berpotensi langgengkan impunitas

Kerangkeng manusia milik eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin. (Dokumentasi Migrant Care)

Putusan bebas bagi eks Bupati Langkat membuat banyak pihak terkejut. Apalagi, ia dituntut 14 tahun bui oleh jaksa penuntut umum. Belum lagi tiga dari empat terdakwa lain di kasus yang sama divonis bui tiga tahun. Sedangkan, satu terdakwa dibui dua tahun. 

"Komnas HAM memandang putusan bebas tersebut akan berpotensi melanggengkan impunitas bagi pelaku TPPO, terutama pelaku yang merupakan oknum aktor negara," kata Anis. 

Anis mengatakan, Komnas HAM pada periode kepemimpinan sebelumnya ikut menyelidiki kasus TPPO yang melibatkan eks Bupati Langkat. Selain ditemukan kerangkeng manusia, Komnas HAM juga menemukan adanya tindak kekerasan kepada korban dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia.

Bahkan, kata Anis, dalam temuan Komnas HAM, turut ditemukan dugaan keterlibatan anggota TNI dan Polri. Namun, sejauh ini belum ada yang diproses hukum. 

2. Pencegahan dan penanganan TPPO perlu dilaksanakan lebih masif

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah di kantor Komnas HAM. (IDN Times/Lia Hutasoit)

Poin lain yang disesalkan oleh Komnas HAM adalah permohonan pembayaran restitusi senilai Rp2,3 miliar yang ditolak majelis hakim di PN Stabat. Padahal, ada empat korban yang ditemukan meninggal dunia di kerangkeng tersebut.

"Komnas HAM berpandangan bahwa pencegahan dan penanganan TPPO perlu dilaksanakan lebih masif lagi bagi semua pemangku kepentingan, termasuk lembaga peradilan," kata Anis. 

Tujuannya agar semua pemangku kepentingan memiliki pemahaman yang sama tentang bahayanya TPPO. 

3. Komnas HAM dukung jaksa ajukan kasasi vonis bebas eks Bupati Langkat

Ilustrasi borgol. (IDN Times)

Anis mengatakan, hingga kini Komnas HAM belum memutuskan langkah lebih lanjut terkait vonis bebas bagi eks Bupati Langkat. Namun pada dasarnya, kata Anis, Komnas HAM mendukung upaya banding yang diajukan jaksa. 

"Karena sekali lagi, vonis ini mencederai rasa keadilan bagi korban dan kita semua yang selama beberapa tahun mengikuti kasus ini. Kasus ini meninggalkan luka sangat dalam," ujar Anis. 

Sebab, di republik yang sudah merdeka lebih dari 70 tahun, tetapi masih ditemukan praktik perbudakan modern. 

Sementara, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan, JPU memiliki waktu 14 hari untuk menyusun memori kasasi. Ia menegaskan, jaksa akan mengajukan kasasi atas vonis PN Stabat. 

"Ada waktu 14 hari untuk menyatakan kasasi dan 14 hari menyusun dan menyerahkan memori kasasi," ujar Harli ketika dikonfirmasi, Rabu. 

Ia mengatakan, pertimbangan mengajukan kasasi lantaran hakim tidak menerapkan aturan hukum sebagaimana mestinya. Selain itu, hakim dinilai mengadili melampaui batas wewenangnya. 

Editorial Team