Wacana Dwifungsi TNI: Tentara Dilatih untuk Perang, Bukan Masuk Sipil

Jakarta, IDN Times - Memasuki 21 tahun masa reformasi, jutaan mahasiswa telah menyatu demi menjatuhkan masa Orde Baru yang dianggap otoriter di zaman pemerintahan Presiden Soeharto. Kala itu, para mahasiswa juga mengecam keras adanya Dwfungsi ABRI dalam politik praktis.
Konsep yang paling ditentang oleh jutaan mahasiswa sebelum jatuhnya Soeharto itu, kini kembali muncul di permukaan. Wacana adanya Dwifungsi ABRI kembali mencuat saat Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, mengungkapkan akan merevisi UU TNI.
Hadi pun menggulirkan wacana untuk menempatkan perwira menengah dan tinggi untuk mengisi jabatan di instansi sipil. Hal itu diungkapkan Hadi sebagai respons terhadap rencana Presiden Joko "Jokowi" Widodo merestrukturisasi perwira TNI.
Wacana tersebut pun ditentang oleh berbagai pihak. Bahkan, ada beberapa aksi yang menyatakan menolak wacana Dwifungsi TNI itu. Lalu, apakah sudah tepatkah keputusan wacana adanya Dwifungsi TNI tersebut?
1. Fungsi TNI sedari awal dilatih untuk perang
Direktur Lemhanas, Agus Widjojo, menyampaikan bahwa yang jadi permasalahan dalam Dwifungsi TNI ini adalah pembagiannya. Ia mengatakan bahwa dalam sistem kenegaraan, sedari awal TNI dilatih untuk berperang.
Menurutnya, kalau ada perwira TNI yang ditempatkan di luar tugasnya sebagai TNI, maka jabatan itu memang tidak cocok untuknya karena dari awal TNI tidak dilatih di luar pertahanan negara.
"Yang kedua, di tempat non-TNI kan juga ada PNS yang mengejar karier. Kan kasihan mereka," kata Agus di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (1/3).