Jakarta, IDN Times – Suciwati berdiri di depan lingkaran massa berpakaian serba hitam, Kamis (4/9/2025). Di balik teriknya matahari sore, matanya menyapu ratusan wajah muda yang memenuhi depan Istana Negara. Mereka, sebagian besar Gen Z, mengangkat poster dengan tulisan: “Kita Adalah Munir”, “Demonstrasi Adalah Hak Asasi”, hingga “Bebaskan Kawan Kami”.
Sudah 18 tahun Suciwati setia hadir di tempat yang sama, setiap Kamis, tanpa pernah absen. Semuanya berawal dari satu kehilangan besar: suaminya, Munir Said Thalib, aktivis HAM yang diracun di atas pesawat Garuda pada 7 September 2004. Kini, 21 tahun berlalu, kasus itu masih menyisakan duka dan ketidakadilan.
“Yang membuat kami tetap bertahan sampai hari ini hanyalah cinta, cinta pada suami, cinta pada keluarga, dan cinta pada Tanah Air. Dari cinta itulah kami punya alasan untuk terus meminta negara ini berubah menjadi lebih adil. Kalau negara belum juga benar, maka suara kita tidak boleh berhenti,” ucap Suciwati pada IDN Times.
Bagi Suciwati, Aksi Kamisan bukan sekadar mengenang. Melainkan ruang melawan lupa, ruang membangun solidaritas lintas generasi serta amunisi ciptakan keadilan. Berikut wawancara khusus IDN Times dengan Suciwati, mengenang 21 tahun kasus Munir.