Presiden RI, Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka (dok. Setwapres)
Pernyataan Pak Jokowi itu bukan hal baru. Di masa pemerintahan yang beliau, beliau sudah bicara tentang bonus demografi yang berdampak pada 2045. Kalau bonus demografi itu kemudian tidak ditata dengan baik, dan dalam tongkat estafet generasi tua atau pada generasi milenial dan Gen Z itu tidak disiapkan, maka dikhawatirkan pada 2045 ke atas itu kita tidak mencapai Indonesia emas, yang menyejahterakan masyarakat bangsa kita ke depan.
Karena itu, di era kepemimpinan selalu beliau sampaikan ada bonus demografi yang harus diperhatikan. Jadi pernyataan ini disampaikan juga di Oktober 2023, dalam pertemuan dengan relawan itu dibahas. Saat itu, kan Pak Prabowo sudah dengan Mas Gibran yang mempersiapkan diri untuk Pilpres 2024 ya.
Jadi bertepatan dengan itu, beliau sampaikan kalau bisa dalam visi misi Pak Jokowi keberlanjutan Nawacita itu, bisa dijalankan oleh Pak Prabowo, sesuai dengan pertemuan-pertemuan, diskusi yang sudah terjadi. Jadi konteksnya seperti itu.
Sekarang ini kalau kemudian dianggap orang hal baru dan masih lama 2029 dan sebagainya, sebetulnya tidak di situ. Jadi ada retorika-retorika yang dimunculkan oleh para pengamat, atau mungkin dari partai politik yang mungkin menganggap curi start atau terlalu pagi dan sebagainya, bilang seperti itu ya. Kami tidak (setuju), biar biasa saja itu, namanya demokrasi ya silakan saja.
Tapi bagi kami arahan Pak Jokowi kepada Bara JP itu, arahan langsung kepada Bara JP, tapi kemudian ada relawan lain (yang juga dapat arahan), saya tidak tahu ya. Tapi pilpres ke sini, hal ini kan tidak diungkapkan lagi, secara terus-menerus karena proses pemerintahan berjalan dibawah kendali presiden. Nah, sampai ke sebelum Juni, bahkan sampai sekarang itu kan banyak pengamat, banyak orang yang merasa tidak sesuai dengan Pak Jokowi mengungkit-ungkit masalah ijazah, masalah pemakzulan Gibran, meremehkan Gibran dan sebagainya.
Nah di Juni, waktu Bara JP kongres luar biasa, setelah saya bertemu, beliau setuju. Kemudian panitia datang dan bertemu lagi, beliau arahkan dua periode ya, begitu Kongres 18-20 Juni di Taman Mini di Gedung Pencak Silat, itu saya langsung gebrak di situ, bahwa Bara JP harus dukung Prabowo-Gibran dua periode.
Nah, karena itu jadi masif dan banyak tanggapan beragamlah. Nah konsepnya itu seperti begini, kalau orang bilang Pak Jokowi itu pengantin sejak dini dengan Prabowo lagi, silakan saja. Tapi bagi saya, seorang orang tua, karenanya anaknya wakil presiden ya wajar-wajar aja kalau beliau menyampaikan hal itu.
Banyak juga tokoh-tokoh bangsa yang lain mengagumkan bapaknya. Misalnya, Bu Mega membanggakan Pak Sukarno dan ideologi yang dibangun ideologi Sukarno, untuk berbicara tentang bangsa ini. Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) membanggakan anak-anaknya, kan begitu, dipersiapkan menjadi gubernur DKI, keluar dari TNI. Kemudian karena gak jadi, dipersiapkan menjadi ketua umum partai dan secara popularitasnya AHI (Agus Harimurti Yudhoyono) ya naik dan menjadi menteri.
Jadi wajar saja kalau Pak Jokowi juga menyiapkan anaknya. Jadi menurut kami pandangan-pandangan yang seperti mendelegitimasi Pak Jokowi itu, ya itu pandangan orang-orang yang ya saya kira mungkin, hanya pengamat itu apa sih basis realnya di lapangan, kan gak ada. Ya hanya bicara saja. Nah karena itu, Bara JP dengan pernyataan Pak Jokowi itu mengingatkan kembali, untuk jangan lupa terus mendorong pemerintahan ini mendukung sepenuhnya kinerja presiden dan wakil presiden, serta ya isu dua periode tetap kita sampaikan.
Nah, yang kedua ada orang yang menganggap bahwa nanti di era 2029 kan fenomena politiknya berbeda. Itu kami paham karena berdasarkan Putusan MK (Mahkamah Konstitusi), maka semua partai sudah boleh mengajukan dalam konteks presidential threshold. Jadi ya silakan aja PDIP mau menyiapkan Mbak Puan, Demokrat mau menyiapkan AHY, atau siapa saja silakan.
Tapi arahan Pak Jokowi ya nanti kan bisa dilihat dari elektabilitas masing-masing. Menjelang pencalonan-pencalonan. Nah, kalau survei dan elektabilitasnya bagus, ya kan tidak menutup kemungkinan dua periode ke depan. Jadi apa sih yang dikhawatirkan? Nah, sebetulnya harus kita bangga bahwa generasi milenial terwakili di pemerintahan sekarang, dan saya kira hari ini yang sangat siap adalah wapres (Gibran) ya.
Yang ketiga, ada pendapat para pengamat bahwa wapres harus berbuat sesuatu seperti kelihatan di kalangan milenial dan Gen Z, supaya misalnya berbicara tentang dampak bonus demografi dari sisi ekonomi, dari sisi tenaga kerja dan lain-lain. Itu sah-sah saja pendapat itu.
Tapi saya ingin bilang bahwa tidak mungkin selama wapres mengerjakan sesuatu melampaui batas dari presiden. Karena wapres itu adalah yang membantu presiden juga. Nah, kemudian para menteri yang mendampingi juga melaksanakan program presiden, misalkan peningkatan ekonomi yang direncanakan dari sekitar lima sampai enam persen, sekarang mau target 8 persen. Itu kan ada kementerian-kementerian dan pembantu presiden yang mengerjakan.
Nah, kalau wapres itu melakukan pekerjaannya melampaui presiden, kan bisa bubar ini presiden dan wapres. Kita tidak mau ada kegaduhan. Nah jadi bagi saya para JB menjalankan amanat Pak Jokowi itu wajib hukumnya.
Keempat, saya juga ingin sampaikan bahwa hubungan antara Pak Prabowo dan Pak Jokowi jangan dirusak oleh pandangan-pandangan pengamat. Pak Prabowo itu dalam kesepakatan dengan Pak Jokowi adalah melanjutkan. Nah, dalam konteks keberlanjutan visi-misi Pak Jokowi, dilakukan oleh Pak Prabowo yang kita kenal dengan konsep program-program Nawacita, kemudian dia keberlanjutannya lewat Asta Cita dan 17 program prioritas. Maka Pak Jokowi juga berpesan kepada Bara JB, sosialisasikan di lapangan bahwa ini program yang bagus.
Nah, kita ya mengerjakan gitu loh. Jadi bukan berarti para partai politik merasa, kami sebagai warga negara dalam konteks komunitas relawan disepelekan. Jangan juga, karena saya kan tauh persis bagaimana kerja-kerja partai politik dan komunitas-komunitas relawan, tatkala dihadapkan kepada Pilpres, pemilihan gubernur, wakil gubernur atau bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota. Biasanya setelah membeli rekomendasi yang kerja waktu itu kan calonnya. Nah, biaya beli rekomendasi saja mahal, belum biaya lagi menggalang kekuatan, belum lagi bagaimana menghadapi kesepakatan-kesepakatan dalam memenangkan calon tertentu. Karena itu, beban partai politik, beban calon yang dihadapkan dengan partai politik.
Nah, kami relawan kan tidak ada beban. Jadi kami akan terus menyuarakan program Pak Presiden Prabowo dan Mas Gibran, ya kami juga menyuarakan dua periode. Soal nanti dari ketua-ketua partai yang merasa bahwa mereka lebih kompeten karena punya partai, silakan aja. Tapi kan pengalaman menunjukkan. Akhirnya utak-atik calon kandidat itu akan terjadi di mendekati injury time. Karena itu, kita bekerja untuk menaikkan elektabilitas Mas Gibran, itu konteksnya.
Yang kelima, saya ingin bilang bahwa kalau orang menganggap relawan itu apa sih? Ada yang bilang bubarkan aja dan sebagainya, tidak dalam konstitusi negara, buat kami tidak ada masalah. Itu pendapat Anda. Tapi bagi saya, relawan itu punya historis. Republik ini dibangun dari semangat kerelawanan para pejuang, yang saat itu partai politik belum ada. Mereka dengan komunitas kedaerahan, mereka dengan semangat dibakarnya kemerdekaan, akibat merasa menghadapi birokrasi penjajah yang membuat masyarakat tidak sejahtera, pengangguran di mana-mana.
Membuat kesemangat kerelawanan itu terakumulasi dan membentuk jaringan-jaringan komunitas, dan mereka memperbutkan kemerdekaan. Itu bisa saja terulang, manakala birokrasi yang terkesan seperti suaranya Bung Karno, saya akan memerdekakan, berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia, mengusir penjajah dan lain-lain. Tapi dalam mengisi kemerdekaan, generasi penerus akan menghadapi penjajah dari dalam sendiri. Nah, penjajah dari dalam sendiri itu siapa? Ya para koruptor, para orang yang tidak mempedulikan kepentingan rakyat.
Karena itu, semangat kerelawanan itu berada di grassroot bersama masyarakat, jadi kami tidak khawatir mau dibilang gaya apa, tidak ada urusan kami. Yang penting kita menjalankan niat baik, yaitu memsosialisakan program Presiden Prabowo dan Mas Gibran.
Yang terakhir, saya menaruh hormat kepada Pak Jokowi, karena beliau setelah terpilih di periode kedua, lawannya dua kali dia kalahkan adalah Pak Prabowo, tapi beliau datang ke rumahnya Pak Prabowo, meminta kesediaan untuk membantunya di dalam Kabinet Indonesia Maju, dan ya kita bersyukur Pak Prabowo berkenan hadir dan bersama-sama dengan Pak Jokowi. Jadi suasana kebatinan kedua tokoh bangsa ini saya kira tidak akan dirusak semudah itu oleh pandangan-pandangan yang skeptis atau pandangan yang mendelegitimasi Pak Prabowo dan Pak Jokowi.
Hal lainnya, Pak Jokowi menjelang akhir membawa Prabowo ke mana-mana, secara body language kita lihat ternyata Prabowo yang digadang-gadang, harusnya dengan Mas Ganjar, tapi PDIP gak kasih mau jadi Presiden. Nah kemudian muncul tiga kandidat dan ya Pak Prabowo di dalam pembicaraan selanjutnya karena Mas Ganjar mau jadi presiden, ya akhirnya dicarikan alternatif, alternatif lain itu antara lain ada Erick Thohir dan entah siapa lagi, tapi yang pasti, karena kondisi itu Pak Prabowo sampaikan dalam beberapa pertemuan bahwa dia yang minta beberapa kali itu minta untuk itu, kalau gak salah enam kali minta ya untuk Mas Gibran bisa mendampingi, bahkan ke Solo.
Jadi harmonisasi Prabowo dan keluarga Pak Jokowi itu jangan kemudian oleh pendapat skeptis orang per orang hubungan itu tidak akan harmonis. Nah, yang berikut adalah Pak Jokowi sebelum berakhir masa jabatannya sebagai presiden ya memulihkan pangkat Pak Prabowo sedari dipecat oleh senior-seniornya pada pemerintahan reformasi, tapi kemudian beliau dipulihkan pangkatnya dan diberikan bintang empat, itu kan semua jasa-jasa Pak Jokowi.
Kalau seperti itu ya kita gak bisa juga menafikan harmonisasi mereka. Terus yang terakhir ya, Pak Prabowo juga itu tipikal orang yang jiwa besar, orang yang baik dan mempunyai sikap pengampunan, negarawan, dan ya luar biasalah beliau ini. Dan saya kira beliau ini orang yang selesai dalam hidupnya, dia menggadaikan hidupnya untuk pembangunan bangsa ke depan.
Nah, karena itu dia bisa memaafkan para seniornya yang memecat dia dari tentara zaman itu, dan mengikutkan dalam kabinetnya. Nah, ini sesuatu yang luar biasa, teladan yang mulia. Jadi antara Jokowi dan Pak Prabowo itu menurut kami Bara JB itu satu mata uang, dua-dua punya kelebihan, tapi tetap satu dalam visi kebangsaan.