infografis strategi penanggulangan TBC / dok Kemenkes
Jadi nanti strateginya, program skrining akan diperkuat, kita juga akan membangun desa binaan, dan ini harus dilakukan bersama Kementerian Desa. Kementerian Kesehatan tidak bisa bekerja sendir
Kemudian ada juga monitoring bersama, yang sebenarnya selama ini sudah berjalan. Ada Mendagri, Menkes, Menko PMK, dan Pak Pratikno yang luar biasa pemahamannya tentang persoalan ini.
Karena pengobatan TBC itu bukan hanya urusan medis, tapi lintas sektoral. Ada kaitannya dengan air bersih, gizi, kelayakan rumah, hingga ventilasi dan sirkulasi udara. Semuanya saling terkait, jadi tidak bisa dikerjakan hanya oleh satu piha
Nah, karena itu, kita juga sedang melakukan revisi Perpres agar penanganan TBC ini bisa diatur lebih lengkap dan terkoordinasi. Dalam skemanya, Menko PMK berperan untuk koordinasi lintas kementerian, sementara Bappenas memastikan arah perencanaan dan anggarannya.
Kementerian Kesehatan sendiri bertugas menyusun kebijakan, pedoman, standar, pengawasan, serta pemenuhan sumber daya kesehatan.
Kementerian Dalam Negeri berperan penting karena mereka yang membawahi puskesmas dan pembentukan kelurahan siaga TBC di tingkat provinsi dan kabupaten.
Kemudian, Kementerian Sosial juga berperan. Misalnya, untuk pasien TBC yang tidak mampu. Perlu diketahui, 90 persen pasien TBC yang menjalani pengobatan selama dua bulan, kumannya sudah mati. Obat memang harus diminum selama enam bulan, tapi setelah dua bulan pertama dan hasil lab-nya menunjukkan negatif, pasien sudah tidak menular lagi, tidak perlu masker, dan bisa kembali bekerja seperti biasa
Nah, selama dua bulan masa pengobatan awal itu, saya mengusulkan agar keluarga pasien dari kelompok ekonomi bawah (desil satu dan dua) bisa mendapat bantuan sosial, seperti beras atau bantuan kebutuhan pokok. Ini menjadi tugas Kementerian Sosial.
Lalu, Menpan RB juga terlibat untuk memastikan ada perlindungan bagi pegawai yang sedang menjalani pengobatan TBC. Jadi kalau dokter menyatakan seseorang perlu istirahat dua minggu atau dua bulan, tolong diberikan izin, jangan justru ditekan.
Selain itu, Kementerian Tenaga Kerja juga penting, karena melalui mereka kita akan melakukan skrining TBC di tempat-tempat kerja dan pabrik-pabrik. Termasuk nanti, ya, di tempat kalian juga di IDN.
Lalu juga ada kolaborasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Untuk apa?
Kita mengusulkan agar Menteri PUPR membantu memperbaiki kondisi rumah-rumah tidak layak huni, terutama bagi keluarga dari desil 1, 2, dan 3. Misalnya, rumah yang tidak memiliki toilet, ventilasinya buruk, atau tidak mendapat cukup cahaya matahari.
Karena kuman TBC itu menyukai tempat yang lembab dan gelap. Kalau rumahnya tertutup rapat, tidak ada jendela, dan sinar matahari tidak masuk, maka kuman TBC bisa bertahan hidup lebih lama.
Sebaliknya, kalau terkena sinar matahari langsung, kuman TBC bisa mati hanya dalam waktu sekitar setengah jam.
Makanya, dulu kan sering kita dengar orang sakit TBC dijemur di bawah sinar matahari bukan tanpa alasan. Karena dengan dijemur, kuman TBC di tubuh atau di udara akan mati terkena sinar matahari.
Nah, sekarang pendekatannya lebih modern. Kita lihat kondisi rumah-rumahnya, dan melalui Kementerian PUPR, akan ada program renovasi rumah agar tidak menjadi sumber infeksi.
Selanjutnya, ada juga peran Kementerian Komunikasi dan Informatika. Untuk apa? Karena kami butuh dukungan media seperti IDN Times untuk membantu menyampaikan informasi dan edukasi kepada masyarakat.
Kami ingin masyarakat paham bahwa TBC adalah penyakit infeksi yang bisa disembuhkan.
Ini penting, karena banyak orang tidak menyadari bahwa gejala TBC sering kali tidak tampak jelas. Jadi orang bisa sakit TBC tapi tidak sadar, karena gejalanya ringan atau hampir tidak ada.
Tanggal 24 Oktober ini, misalnya, kalau hari ini ada orang yang menularkan TBC, dan kondisi fisik kita sedang lemah, maka kita bisa tertular. Karena TBC mudah menular pada orang dengan daya tahan tubuh lemah atau yang disebut imunokompromais.
Contohnya, orang dengan diabetes yang tidak terkontrol, penderita HIV/AIDS, atau mereka yang memiliki penyakit kronis lain. Itu kelompok yang paling mudah tertular.
Kalau tertular hari ini, gejala TBC baru muncul sekitar 10–12 minggu kemudian, kira-kira bulan Januari nanti. Jadi orang sering tidak sadar, karena batuknya kecil, tidak terasa, dan tidak langsung periksa ke dokter.
Berbeda dengan COVID-19, kalau COVID kan cepat terasa sesak napas, langsung ke dokter. Tapi TBC itu menular lewat saluran napas, dan prosesnya lebih lambat. Begitu kuman masuk ke paru-paru, di situ terjadi “perang” antara kuman dan daya tahan tubuh kita.
Dari paru-paru, kuman TBC bisa menyebar ke organ lain melalui darah atau kelenjar getah bening (limfe).
Saya sendiri pernah menangani kasus TBC otak, TBC mata, TBC payudara, TBC kulit, TBC ginjal, bahkan TBC rahim dan TBC usus. Jadi memang bisa menyebar ke mana saja, tapi titik awalnya selalu dari paru-paru.
Makanya TBC menularnya lewat udara saat orang yang sakit TBC batuk sembarangan, kumannya bisa terbang dan menular ke orang di sekitarnya.
Nah, di sinilah peran Kementerian Komunikasi dan Informatika penting, untuk membantu menyampaikan edukasi bahwa TBC adalah penyakit infeksi yang bisa disembuhkan.
Kemudian, Kementerian Desa juga berperan besar, karena melalui kepala desa, kita bisa melakukan edukasi masyarakat hingga ke pelosok-pelosok.
Ada juga Badan Gizi Nasional, supaya program makan bergizi tepat sasaran. BPJS Kesehatan membantu dari sisi diagnostik dan pembiayaan pasien.
Kementerian Agama berperan agar edukasi TBC bisa masuk ke pesantren dan lembaga-lembaga keagamaan.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah juga penting, supaya edukasi TBC masuk ke sekolah-sekolah dan program UKS.
Kemudian Kementerian Riset dan Teknologi untuk mendukung penelitian dan inovasi pengobatan TBC. Kementerian Hukum dan HAM, terutama Direktorat Jenderal Imigrasi dan Lembaga Pemasyarakatan, juga terlibat karena banyak kasus TBC di lapas akibat kepadatan hunian. Kita sudah berkomunikasi dengan mereka agar dilakukan skrining di seluruh lapas di Indonesia. Selain itu, Kepala Badan POM, dan lembaga-lembaga lain juga kita libatkan.
Bayangkan, semua ini adalah kerja lintas sektor besar-besaran. Kita juga membutuhkan dukungan TNI, Polri, Kementerian Pertahanan, BRIN, Kementerian Luar Negeri, BKKBN, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, serta Kepala Staf Kepresidenan.Termasuk juga Badan Pengatur BUMN, karena seluruh sektor harus berperan.
Minggu depan, atau paling lambat dua minggu lagi, kami akan menggelar rapat koordinasi intensif lintas kementerian dan lembaga untuk membagi peran masing-masing, agar program percepatan eliminasi TBC ini bisa berjalan maksimal.