Jakarta, IDN Times - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengatakan, tes urine yang dilakukan secara acak kepada para pengunjung di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) telah melanggar aturan. Personel Polri, kata Isnur, baru bisa bergerak apabila terjadi dua hal.
Pertama, ada laporan dari masyarakat soal dugaan penggunaan narkoba. Kedua, bila terjadi tindak kejahatan di depan mata atau disebut tangkap tangan.
"Pertanyaannya sekarang, kejahatan apa yang dilakukan oleh warga sehingga polisi bisa masuk ke tempat acara? Kalau orang-orang itu tertangkap tangan sedang menghirup sabu-sabu atau mengonsumsi ganja oke lah. Tapi, kan kemarin kenyataannya gak begitu," ujar Isnur ketika menjawab pertanyaan IDN Times di kantor YLBHI Salemba, Jakarta Pusat, (23/12/2024).
"Kemarin kan orang mau nonton konser, kemudian dibawa. Artinya apa? Polisi sejak awal memang sudah berniat memeras. Jadi, penegakan hukum dipakai untuk memeras warganya," kata dia.
Keluhan soal dugaan pemerasan terhadap para pengunjung DWP pada 13-15 Desember 2024 ramai di media sosial. Bahkan, kolom komentar di akun media sosial DWP dipenuhi kemarahan dan rasa kapok untuk kembali datang ke acara serupa pada 2025. Sebagian besar korban mengaku berasal dari Malaysia.