Jakarta, IDN Times - Ketua Tim Hukum TPN Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pernah membatalkan hasil Pilkada, tak bisa dijadikan acuan keputusan serupa untuk sengketa hasil Pilpres 2024.
Diketahui, dua gugatan sengketa Pilkada pernah dikabulkan untuk Provinsi Jawa Timur dan Kalimantan Utara. Keputusan pembatalan hasil pilkada diambil Mahfud MD saat ia menjabat Ketua MK.
Apalagi, menurut Yusril, dalam sejarah pemilu atau perundang-undangan di Indonesia, belum pernah ada pemungutan suara presiden dilakukan ulang secara menyeluruh.
"Kami menolak anggapan bahwa MK menyamakan Pilkada dengan pemilihan presiden (Pilpres). Justru yang terjadi sebenarnya adalah MK mengatakan Pilkada itu bukan rezim pemilu. MK hanya mengadili perkara itu sementara waktu. Hingga nanti DPR yang membentuk undang-undang akan membuat pengadilan yang menangani perkara Pilkada," ujar Yusril usai mengikuti sidang pembacaan pokok permohonan sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
"Belum pernah sekalipun MK membatalkan seluruhnya dan melakukan Pilpres ulang untuk kedua kalinya," sambungnya.
Sehingga, menurut Yusril, tim hukum paslon 02 Prabowo-Gibran akan memberikan respons bantahan di dalam keterangan pihak terkait yang digelar pada Kamis siang, 28 Maret 2023 di Gedung MK. Sidang lanjutan bakal digelar pukul 13.00 WIB.
"Kami berkeyakinan kami dapat membantah seluruh dalil yang dikemukakan oleh pemohon kedua pada siang hari ini. Kami berkeyakinan MK akan menolak permohonan yang disampaikan kepada MK," ujarnya.
Lebih lanjut, Yusril mengakui, pada 2014 pernah menyampaikan bahwa MK seharusnya tidak hanya menjadi mahkamah kalkulator. Artinya, hanya menghitung selisih suara paslon.
MK, kata Yusril, ketika itu dapat memeriksa substansi penyelenggaraan pemilu. Pernyataan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu disampaikan ke ruang publik lantaran pada 2014 belum ada aturan mengenai pembagian kewenangan.
"Di mana letak kewenangan itu? Ada atau tidak. Kalau terjadi tindak pidana (selama pemilu) ya ke Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu Bawaslu). Ada atau tidak (tindak pidana itu). Bila terbukti maka akan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum (APH). Kalau terjadi administratif pemilu ya itu kewenangannya di Bawaslu, termasuk maju ke pengadilan tinggi bahkan bisa maju ke Mahkamah Agung," tutur advokat senior itu.
Yang ditangani Bawaslu yakni menyangkut proses pemilu, dan bukan hasil gugatan sengketa pemilu.