Sekitar Maret 2022 lalu, pemerintah AS menyatakan bahwa militer Myanmar dianggap telah melakukan genosida terhadap minoritas Rohingya. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan AS telah melihat adanya bukti yang jelas untuk menghancurkan Rohingya, dengan berbagai kasus seperti pembunuhan, pemerkosaan massal, dan pembakaran.
Saat itu, Blinken menyebut serangan terhadap Rohingya dinilai meluas dan sistematis. Dia mengatakan keputusan pemerintah didasarkan pada tinjauan oleh Departemen Luar Negeri AS yang mencakup dokumen yang dikumpulkan oleh organisasi seperti Amnesty International dan Human Rights Watch serta penelitian independen oleh AS.
Kaum Rohingya sendiri telah ditolak kewarganegaraannya dan hak-hak dasar lainnya di Myanmar serta pihak Myanmar sendiri menganggap mereka adalah "migran ilegal" dari Asia Selatan. Sebanyak ratusan ribu orang meninggalkan Myanmar ke negara tetangga, Bangladesh, pada 2017 lalu setelah peristiwa penumpasan brutal oleh militer Myanmar.
Kelompok minoritas Rohingya sendiri dinilai sebagai kelompok minoritas paling teraniaya di dunia. Mereka terus mempertaruhkan keselamatan dengan perjalanan laut yang berbahaya dengan melakukan perjalanan ke Malaysia dan Indonesia demi mencari penghidupan yang layak.