Meski negara tersebut terbiasa dengan cuaca buruk pada Desember-Maret, namun suhu kali ini turun hingga minus 50 derajat celcius di beberapa wilayah.
Di Mongolia, istilah cuaca ekstrem disebut dengan 'dzud', yang menggambarkan musim dingin ekstrem, ketika sejumlah besar ternak mati karena tanah membeku atau tertutup salju, dikutip dari Xinhua.
PBB menyebutkan dalam sebuah laporan baru-baru ini bahwa musim dingin kali ini lebih parah dari biasanya, dengan suhu lebih rendah dari biasanya dan hujan yang sangat lebat. Pihaknya juga mengatakan perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas dzud.
"70 persen wilayah Mongolia mengalami kondisi dzud atau mendekati dzud," kata badan tersebut.
Mongolia telah mengalami 6 dzud dalam satu dekade terakhir. Ini termasuk musim dingin pada 2022-2023, ketika 4,4 juta ekor ternak mati. Namun, dzud pada tahun ini telah diperburuk oleh kekeringan musim panas yang menghalangi hewan untuk menimbun cukup lemak, guna bertahan hidup di musim dingin.
Dzud paling mematikan yang pernah tercatat terjadi pada musim dingin 2010-2011. Saat itu, lebih dari 10 juta hewan mati. Jumlah tersebut hampir seperempat dari total ternak di negara tersebut pada tahun itu.