Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pengungsi etnis Rohingya saat proses evakuasi oleh TNI AL di Pelabuhan ASEAN, Krueng Geukuh, Aceh Utara, Aceh, Jumat (31/12/2021). (ANTARA FOTO/Rahmad)

Jakarta, IDN Times - Kabar pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di perairan Laut Andaman di pengujung tahun ini menambah catatan buruk nasib mereka tahun ini. Ini menjadikan 2022 sebagai salah satu tahun yang mematikan di laut bagi Rohingya dalam satu dekade ini.

Dalam beberapa minggu terakhir, terdengar kabar tenggelamnya kapal yang mengangkut 180 muslim Rohingya, setelah lama terombang-ambing di lautan. Pengungsi Rohingya mencoba melarikan diri dalam kondisi putus asa dari kamp-kamp darurat di Bangladesh.

"Tahun 2022 merupakan salah satu tahun terburuk setelah tahun 2013 dan 2014 bagi orang Rohingya," kata juru bicara UNHCR Babar Baloch.

1. Hampir 200 pengungsi Rohingya tewas di laut pada tahun ini

Kapal yang digunakan untuk mengangkut pengungsi etnis Rohingya hingga terdampar di pesisir Pantai Kuala Simpang Ulim, Aceh Timur, Aceh, Sabtu (5/6/2021). Kapal yang membawa 81 orang pengungsi etnis Rohingya dengan tujuan Malaysia tersebut terdampar di Aceh pada Jumat, 4 Juni 2021. (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Badan PBB yang menangani pengungsi, UNHCR memperkirakan hampir 200 pengungsi Rohingya diduga tewas atau hilang di laut pada tahun ini. Menurut perkiraan kelompok hak asasi manusia, jumlah Rohingya yang telah meninggalkan Bangladesh telah mengalami lonjakan lima kali lipat dari tahun kemarin, dilansir Al Jazeera.

Belum jelas apakah pencabutan pembatasan COVID-19 yang sudah diterapkan di Asia Tenggara, menjadikan negara-negara di kawasan ini menjadi pilihan favorit mereka.

UNHCR memperhitungkan sekitar 900 pengungsi Rohingya telah tewas atau hilang di Laut Andaman dan Teluk Benggala pada 2013, dan lebih dari 700 orang pada 2014.

Baloch menambahkan bahwa jumlah orang yang mencoba melarikan diri telah kembali ke tingkat yang mengkhawatirkan, seperti sebelum pandemi COVID-19."

"Tren menunjukkan angkanya sudah mencapai seperti pada 2020, ketika lebih dari 2.400 orang mencoba penyeberangan laut yang berisiko dengan lebih dari 200 orang tewas atau hilang," tambahnya, kutip Al Jazeera.

2. Kapal yang membawa 180 pengungsi Rohingya diduga karam

ilustrasi(unsplash.com/WEB AGENCY)

UNHCR merasa khawatir atas hilangnya kapal yang berlayar pada akhir november dan membawa 180 pengungsi Rohingya. Sebelum hilang kontak pada awal Desember, kapal tersebut diduga retak. Kemungkinan kapal tersebut memulai pelayarannya dari Bangladesh sebelum dinyatakan hilang dan tengelam.

"Kami berharap 180 orang yang hilang masih hidup di suatu tempat," kata Baloch.

Pihak berwenang Thailand mengatakan bahwa mereka menemukan empat wanita dan satu pria mengambang di dekat pulau Surin Thailand dan seorang wanita lain di pulau Similan dan berhasil diselamatkan oleh nelayan lokal. Identitas mereka belum dikonfirmasi oleh pihak berwenang.

Seorang nelayan setempat mengatakan kepada reporters Reuters bahwa dia bersama dengan kru kapalnya telah menyelamatkan orang-orang yang tergantung di tangki air yang terapung.

3. 2022 adalah tahun terburuk bagi korban yang tewas di laut setelah tahun 2013 dan 2014

ilustrasi(unsplash.com/Руслан Гамзалиев)

Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, menolak sebagian besar Rohingya yang merupakan etnis beragama Islam. Mereka dianggap sebagai imigran ilegal dari Asia Selatan.

Setelah militer Myanmar melakukan tindakan keras yang mematikan pada 2017, hampir 1 juta Rohingya dari Myanmar melarikan diri. Mereka mengungsi tinggal di kamp-kamp darurat yang penuh sesak di Bangladesh.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team