Baik Sudan atau Ethiopia sama-sama sedang menghadapi masalah pelik di dalam negerinya. Sudan baru saja mengalami guncangan politik, karena PM Abdalla Hamdok digulingkan dalam kudeta militer.
Namun satu bulan setelah itu, militer mengembalikan Hamdok kepada jabatannya. Rakyat melakukan demonstrasi besar di jalanan menentang kudeta militer. Puluhan orang tewas ditembus peluru tajam pasukan keamanan.
Di Ethiopia sendiri, pemerintahan yang dipimpin oleh PM Abiy Ahmed sedang menghadapi gejolak di wilayah bagian utara. Mereka terlibat konflik dengan pasukan Tigrayan People's Liberation Front (TPLF).
Bahkan kabar yang terbaru, Abiy Ahmed ikut turun langsung memimpin pasukan untuk menahan gempuran kelompok TPLF yang semakin mendekati ibu kota Addis Ababa.
Di tengah tantangan dalam negeri masing-masing, bentrokan perselisihan perbatasan Sudan-Ethiopia tersebut terjadi. Ini menambah masalah bagi dua negara masing-masing.
Menurut penjelasan International Crisis Group, Sudan dan Ethiopia berselisih selama beberapa dekade di perbatasan Al-Fushqa seluas 260 kilometer persegi. Wilayah itu disebut Ethiopia sebagai Mazega.
Pada tahun 2007, Presiden Sudan Omar al-Bashir sebelum digulingkan, telah bersepakat dengan PM Meles Zenawi, pemimpin Ethiopia. Dua pemimpin itu sepakat bahwa dua belah pihak saling bergiliran mengolah tanah yang subur tersebut.
Meski demikian, dua belah pihak tidak berhasil bersepakat tentang garis demarkasi yang jelas di perbatasan itu. Keduanya tampaknya tidak ada yang mau untuk mundur. Sebagian karena pandangan domestik masing-masing.