Orang-orang di Darfur Timur, Sudan pada 30 Juni 2022 melakukan protes menentang kekuasaan militer. (Twitter.com/Mohamed Mustafa - امع)
Kudeta pada Oktober tahun lalu telah memicu warga Sudan turun ke jalanan hampir setiap minggu untuk melakukan aksi demonstrasi. Komite Dokter Sudah menyampaikan dalam meredam protes telah dilakukan tindakan kekerasan, yang telah menyebabkan 111 orang tewas, termasuk delapan pada 30 Juni. Dari total yang tewas, 18 di antaranya adalah anak-anak.
Tindakan menentang kepemimpinan militer juga membuat ratusan orang, termasuk politisi dan aktivis ditahan, meskipun banyak yang telah dibebaskan baru-baru ini sebagai bagian dari langkah membangun kepercayaan.
Merespons kejadian Kamis, Volker Perthes, utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Sudan meminta kekerasan untuk segera diakhiri.
Namun, seruan untuk mengakhiri kekerasan yang dilontarkan pejabat PBB telah berulang kali dikritik oleh pemerintah Sudan. Mereka menganggap hal itu hanya asumsi dan bertentangan dengan peran PBB sebagai pihak penengah krisis politik di Sudan, dikutip dari France 24.
Untuk mengakhiri kisruh di Sudan telah dilakukan upaya mediasi oleh PBB dan Uni Afrika. Kelompok prodemokrasi akhirnya setuju untuk melakukan pembicaraan dalam pertemuan yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi. S
ebelumnya, kelompok itu terus menolak untuk berunding karena adanya militer. Meski demikian, belum ada terobosan yang terwujud dari pertemuan itu.