Ethiopia Resmikan Bendungan Sungai Nil, Mesir dan Sudan Terancam

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, meresmikan bendungan Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD) di Sungai Nil. Abiy beserta beberapa pejabat lainnya mengunjungi bendungan tersebut dan mulai menekan tombol peresmian pada Minggu (20/2/2022).
Langkah itu akan menjadi awal dalam upaya produksi listrik di bendungan tersebut. Bendungan itu juga menjadi tonggak sejarah dalam proyek bernilai milliaran dollar yang dianggap kontroversial karena menuai penolakan negara lainnya yakni Sudan dan Mesir.
“Bendungan besar ini dibangun oleh orang Etiopia tapi tidak hanya digunakan untuk orang Ethiopia, namun juga untuk semua saudara dan saudari Afrika kita untuk mendapatkan manfaat darinya,” kata seorang pejabat dalam peresmian bendungan, mengutip Al Jazeera.
1. Mesir dan Sudan menolak bendungan GERD

GERD direncanakan akan menjadi pusat pembangkit listrik tenaga air terbesar di Afrika. Namun, hal itu malah menimbulkan penolakan dari beberapa negara kawasan yaitu Sudan dan Mesir sejak dibangun pada 2011.
Mesir dan Sudan memandang bendungan itu sebagai ancaman karena ketergantungan mereka pada Sungai Nil. Sementara, Ethiopia melihat bahwa pembangunan GERD penting untuk elektrifikasi dan pembangunannya.
Mesir memperoleh 97 persen persediaan airnya baik untuk dikonsumsi maupun keperluan irigasi dari Sungai Nil, sehingga pembangunan bendungan dianggap sebagai sebuah ancaman. Sementara, Sudan berharap bendungan itu dapat mengatasi banjir namun khawatir bendungannya rusak karena tidak adanya kesepakatan bersama soal pengoperasian GERD.
Kedua negara tersebut telah mencoba untuk mendorong Ethiopia demi memperoleh kesepakatan yang mengikat atas pengisian dan pengoperasian. Namun, kesepakatan yang dinaungi Uni Afrika (UA) gagal dicapai.
2. Bendungan akan mencapai kapasitas penuh pada tiga tahun mendatang

Dilansir Sudan Tribune, saat ini turbin yang bisa digunakan hanya satu dari 13 turbin yang ada. Satu turbin tersebut akan menghasilkan 375 megawatt (MW). Sementara, kapasitas daya penuh GERD adalah 5150 MW.
“Mulai sekarang, tidak akan ada yang akan menghentikan Ethiopia,” kata Abiy.
“Kami baru saja mulai menghasilkan listrik, tetapi bukan berarti proyek selesai,” kata Kifle Horo, manajer proyek bendungan.
Horo menambahkan bahwa bendungan akan beroperasi secara total pada dua setengah hingga tiga tahun mendatang. Mega proyek itu setidaknya menelan biaya hingga 4,2 milliar dollar AS (sekitar Rp60,3 Trilliun).
3. Mega proyek terbesar di Ethiopia

Bendungan mulai dibangun pada 2011 di bawah kepemimpinan mantan Perdana Menteri Meles Zenawi. Uniknya, di awal pembangunan, para pegawai negeri memberikan kontribusi gajinya selama satu bulan untuk proyek tersebut. Pemerintah juga sejak itu menerbitkan obligasi bendungan yang menargetkan orang Ethiopia di dalam dan luar negeri.
Seorang jurnalis independen di Addis Ababa, Samuel Getachew, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa proyek itu merupakan proyek publik terbesar di negara tersebut. Menurutnya, orang-orang Ethiopia menyambut baik bendungan itu.
Beberapa pejabat juga memuji Abiy dalam upayanya untuk melanjutkan pembangunan GERD setelah sempat tertunda akibat salah urus.
“Negara kita telah kehilangan begitu banyak karena bendungan itu tertunda, terutama secara finansial,” kata Horo, dalam sambutannya.