Warga Palestina berkumpul di lokasi rumah-rumah yang hancur setelah serangan udara dan artileri Israel saat kekerasan lintas batas antara militer Israel dan militan Palestina berlanjut, di Jalur Gaza utara, Jumat (14/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammed Salem.
Shaima Khalifa, salah seorang responden, mengaku melihat perubahan perilaku terhadap putranya sejak serangan Israel.
“Dia kehilangan kesadaran saat melihat saudaranya terbaring di tanah, dan sejak hari itu, dia bertingkah aneh, tiba-tiba berteriak marah, tertawa atau menangis sepanjang hari tanpa alasan. Ketika dia tidur, dia terus meneriakkan nama saudaranya sepanjang malam,” katanya.
“Hari ini, putri saya yang berusia tiga tahun, Sophie dan saya masih berusaha untuk hidup normal saat mengalami PTSD seperti sebagian besar penduduk Gaza,” tambah Khalifa.
Selama serangan di Gaza, 11 anak yang menerima konseling trauma dari Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) telah terbunuh. Anak-anak yang berusia antara 5-15 tahun dibunuh saat berlindung di dalam rumah.
"Tidak ada keharusan untuk menimbulkan tragedi nyata kepada dua juta orang, yang hampir setengahnya adalah anak-anak. Tidak ada pula keharusan untuk menghancurkan menara, perumahan atau menargetkan seluruh keluarga,” tutup Khalifa.