Abaikan Evakuasi Gunung Berapi, Warga Filipina Lebih Khawatir Lapar

Jakarta, IDN Times - Terlepas dari zona bahaya yang ditetapkan oleh pemerintah, banyak penduduk desa di timur laut Filipina memilih tinggal di sekitar area gunung berapi Mayon yang mengalami erupsi minggu lalu.
Bahkan, setelah pejabat memerintahkan evakuasi sejak pekan lalu, beberapa warga dilaporkan menolak meninggalkan rumah dan sebagian lainnya singgah sebentar untuk memberi makan ternak.
"Saya ketakutan. Kami melihat lahar mengalir turun pada suatu malam dan sebuah batu besar berguling ke bawah, terdengar seperti guntur,” kata Delfina Guiwan saat ia menyelinap kembali ke desanya yang telah sepi untuk mengambil seragam putrinya dan memberi makan ternak babinya, dikutip Associated Press.
“Saya berdoa agar letusan ini tidak menjadi lebih buruk karena mata pencaharian kami ada di sini dan sulit untuk tinggal di kamp pengungsian dengan sedikit toilet untuk begitu banyak orang, dan panasnya. Anak-anak sakit di sana," tambah dia.
Desanya, Calbayog, terletak di kaki bukit timur laut Mayon dan berada dalam radius 6 kilometer (km) dari kawah gunung berapi yang telah lama ditetapkan sebagai zona bahaya permanen. Meski dilarang, ribuan penduduk desa miskin telah melanggar larangan tersebut dan tinggal di sana selama beberapa generasi.
Bahkan, bisnis seperti penambangan pasir dan kerikil serta wisata tamasya juga berkembang pesat di daerah tersebut.
1. Kurangnya pekerjaan dan peluang di tempat lain
Eddie Nunez, penduduk desa Bonga, sekitar 8 km dari kawah Mayon, mengatakan bahwa ribuan penduduk desa sebelumnya telah diberikan rumah yang jauh dari Mayon. Namun, karena pilihan mata pencaharian di lokasi relokasi tidak memadai, banyak dari mereka akhirnya kembali ke lereng Mayon.
Pria berusia 59 tahun tersebut mengaku kehilangan seorang paman dan sepupu dalam ledakan tiba-tiba pada 1993, ketika mereka bertani di lereng bawah Mayon. Puluhan petani lainnya juga tewas akibat terkena abu vulkanik, uap, dan bongkahan batu
Menurutnya, kurangnya pekerjaan dan peluang di tempat lain memaksa banyak penduduk desa untuk terus mempertaruhkan hidup mereka dengan bertani sayuran dan mencari sumber pendapatan lainnya di kaki gunung berapi
"Kamu beruntung atau kamu celaka," imbuhnya.
Sementara itu, di desa Mi-isi yang berada jauh di dalam zona bahaya permanen di kaki bukit tenggara Mayon, penduduk lama Miniong Asilo menertawakan peringatan dari pihak berwenang dan ilmuwan gunung berapi.
"Saya tidak takut, tetapi orang luar mungkin akan mengalami serangan jantung jika mereka tinggal di sini," kata pria berusia 54 tahun itu, yang mengaku telah beberapa kali menyaksikan kemarahan Mayon.
"Saya lahir di sini. Saya belum melihat api dan lahar mencapai desa ini,” tambahnya.