Melansir Al Jazeera, Beberapa tokoh internasional merespon tindakan junta militer. Salah satunya datang dari Pelapor Khusus PBB soal HAM, Tom Andrews yang menyambut baik tindakan tersebut, meskipun apa yang junta militer lakukan sejak awal sangat “keterlaluan” menurutnya.
Andrews juga menekankan jika banyak orang ditangkap hanya karena persoalan bersuara, yang dimana hal ini juga merupakan hak mereka. Parahnya, ia mengungkapkan beberapa tahanan telah disiksa dan diserang secara seksual, sementara beberapa lainnya ada yang tertular COVID-19 dan meninggal.
“Junta membebaskan tahanan politik di Myanmar bukan karena perubahan hati, tetapi karena tekanan,” tulis Andrews melalui akun twitternya.
Lebih lanjut ia juga menggambarkan jika saat ini junta militer sedang mencari tiga hal, yakni uang, senjata dan legitimasi.
“Junta mencari tiga hal dari komunitas internasional, yakni uang, senjata dan legitimasi. Tekanan berkelanjutan di ketiga bidang adalah cara terbaik masyarakat internasional dapat mendukung rakyat Myanmar dalam melindungi hak asasi manusia mereka dan menyelamatkan negaranya. Tindakan junta menunjukkan bahwa, terlepas dari pernyataan mereka yang bertentangan, mereka tidak kebal terhadap tekanan,” tambahnya seperti yang dikutip dari Al Jazeera.
Hal yang sama, sesuai dari laporan yang tertera di reuters, jika pembebasan yang dilakukan junta militer Myanmar ini digambarkan oleh berbagai aktivis HAM sebagai “taktik” untuk kepentingannya dalam memperbaiki citra junta militer di kacamata internasional.
Apalagi setelah ASEAN mengambil langkah dengan tidak mengundang pemimpin junta militer, Min Aung Hlaing untuk menghadiri acara konferensi tingkat tinggi ASEAN.