Junta Myanmar Tidak Izinkan Utusan ASEAN Temui Aung San Suu Kyi

Jakarta, IDN Times – Junta Myanmar mengatakan bahwa utusan khusus ASEAN, yang ditugaskan untuk memfasilitasi dialog di negara yang dilanda kekacauan akibat kudeta, tidak akan diizinkan untuk bertemu dengan pemimpin prodemokrasi yang digulingkan Aung San Suu Kyi.
“Sulit untuk mengizinkan pertemuan dengan mereka yang menghadapi persidangan,” kata juru bicara junta, Zaw Min Tun, pada Kamis (30/9/2021), dilansir Channel News Asia. Dia merujuk kepada Suu Kyi yang tengah disibukkan dengan berbagai agenda persidangan.
1. Junta tidak izinkan utusan ASEAN temui NUG

Pada Agustus lalu, ASEAN secara konsensus memilih Menteri Luar Negeri II Brunei Darussalam, Erywan Yusof, sebagai utusan khusus untuk Myanmar. Yusof menyerukan supaya penguasa Myanmar memberikan akses agar dirinya bisa menemui seluruh pihak yang memiliki kepentingan, termasuk Suu Kyi.
Namun, hingga saat ini, junta belum juga memberikan izin kepada Yusof untuk mengunjungi Naypyidaw.
"Kami hanya akan mengizinkan pertemuan dengan organisasi resmi," tambah Zaw Min Tun, menegaskan bahwa Yusof tidak boleh berkomunikasi dengan National Unity Government (NUG), pemerintahan tandingan yang diisi oleh politisi Liga Nasional Demokrasi yang terguling.
2. Rekonsiliasi damai terancam gagal

Pada pekan lalu, pengacara Suu Kyi menyampaikan bahwa kliennya ingin bertemu dengan organisasi lokal dan asing.
Sementara itu, analis politik Mg Mg Soe mengutarakan, rekonsiliasi damai tidak akan berhasil jika tidak ada pertemuan dengan perempuan yang pernah meraih Nobel perdamaian itu.
"Mereka (ASEAN) dapat bergerak selangkah lagi, untuk melanjutkan negosiasi, hanya setelah mendengarkan dari kedua belah pihak," ucapnya.
3. Suu Kyi terancam kurungan puluhan tahun

Suu Kyi, yang kini berusia 76 tahun, diadili atas sejumlah tuduhan, termasuk melanggar aturan pembatasan sosial di tengah pandemik COVID-19, mengimpor alat komunikasi ilegal, menghasut masyarakat untuk berbuat kerusuhan, hingga tuduhan korupsi.
Dia menghadapi ancaman puluhan tahun penjara jika terbukti bersalah atas semua tuduhan.
Pemimpin Junta, Min Aung Hlaing, telah berjanji untuk mengadakan pemilihan umum dan mencabut keadaan darurat pada Agustus 2023. Untuk sementara waktu, Min Aung Hlaing mendaulat dirinya sendiri sebagai Perdana Menteri sementara Myanmar.