TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Junta Militer Mali Tangguhkan Seluruh Aktivitas Partai Politik

Militer ingin terus berkuasa di Mali

Pemimpin militer Mali, Assimi Goita saat menandatangani Piagam Liptako-Gourma di Bamako, Sabtu (16/9/2023). (twitter.com/GoitaAssimi)

Jakarta, IDN Times - Junta militer Mali memutuskan untuk menangguhkan aktivitas seluruh partai politik di negaranya pada Rabu (10/4/2024). Keputusan ini diklaim sebagai langkah untuk mengamankan negara dan menjaga ketertiban serta stabilitas di negara Afrika Barat tersebut. 

Pekan lalu, sejumlah partai oposisi Mali mendorong agar junta militer bersedia mengadakan pilpres dan mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil. Pasalnya, junta militer Mali sebelumnya menjanjikan masa transisi selama 24 bulan yang berakhir pada Maret lalu. 

Baca Juga: Kelompok HAM Tuduh Wagner dan Tentara Mali Bunuh Warga Sipil

1. Aktivitas partai politik ditangguhkan sampai batas waktu yang belum ditentukan

Juru bicara pemerintahan junta militer Mali Kolonel Abdoulaye Maiga mengatakan bahwa penangguhan aktivitas semua partai politik di Mali sudah dimulai sejak Rabu hingga batas waktu yang belum dapat ditentukan. 

"Hingga keterangan selanjutnya, demi menegakkan ketertiban, aktivitas partai politik dan aktivitas dari karakter asosiasi politik ditangguhkan di seluruh penjuru negeri. Keputusan ini sudah diputuskan oleh Presiden Kolonel Assimi Goita," ungkapnya, dikutip Punch News.

Selam berada di bawah kekuasaan junta militer, suara partai oposisi sangat jarang didengar. Bahkan, rezim militer juga menangguhkan dialog nasional yang digelar oleh partai oposisi di Mali. 

Tak hanya itu, pada Maret lalu, junta militer juga sudah melarang segala aktivitas dari partai koalisi oposisi baru. Mereka selalu memberikan justifikasi bahwa aktivitas oposisi mengancam stabilitas negara. 

2. Junta militer Mali terus melanggar janjinya

Sebelum pemblokiran aktivitas partai politik, junta militer Mali sudah menunjukkan keinginannya untuk tetap berkuasa. Militer sudah mengingkari janji pertamanya untuk mengadakan pemilu pada Februari 2022. 

Pada September 2023, junta militer secara sepihak memutuskan kembali menunda pemilu yang seharusnya digelar pada Februari 2024. Keputusan tersebut menimbulkan kemarahan partai politik yang mengkhawatirkan kondisi demokrasi di Mali. 

"Kami akan menggunakan semua jalur hukum dan resmi untuk mengembalikan peraturan konstitusi di negara kami," pernyataan itu disampaikan oleh 20 orang dari koalisi partai politik, termasuk partai oposisi dan partai penguasa. 

Dilansir Reuters, Mali menjadi negara pertama yang dilanda kudeta militer di Afrika Barat dan Tengah pada Agustus 2020. Dalam beberapa tahun kemudian, kudeta militer merembet ke negara tetangganya, seperti Burkina Faso, Niger, dan Guinea. 

Baca Juga: Niger, Mali dan Burkina Faso Tinggalkan ECOWAS

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya