TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mahkamah Agung India Batalkan Pendanaan Pemilu secara Anonim

Sistem pendanaan dianggap inkonstitusional

Bendera India. (Unsplash.com/Naveed Ahmed)

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Agung India membatalkan sistem yang memungkinkan pendanaan secara anonim kepada partai politik pada Kamis (15/2/2024). Pengadilan menganggap sistem pendanaan tersebut inkonstitusional.

Dalam pendanaan tersebut individu atau perusahaan dapat menyumbang ke partai politik dengan membeli obligasi dari Bank Negara India (SBI) yang dikelola negara. Namun, oposisi dan kelompok masyarakat sipil menentang sistem tersebut yang dianggap tidak transparan.

Baca Juga: Perempuan India Tiba-tiba Hidup Lagi Jelang Dikremasi

1. Pengadilan menganggap skema menghalangi akses informasi

Ilustrasi palu pengadilan. (Unsplash.com/Tingey Injury Law Firm)

Dilansir BBC, lima hakim dalam pengadilan memutuskan bahwa obligasi pemilu melanggar hak warga negara untuk mengakses informasi yang dimiliki oleh pemerintah. Ketua Hakim India DY Chandrachud mengatakan undang-undang Hak atas Informasi tidak terbatas pada urusan negara, tapi juga mencakup informasi yang diperlukan untuk demokrasi partisipatif.

“Partai politik merupakan unit yang relevan dalam proses pemilu dan informasi mengenai pendanaan partai politik sangat penting untuk pilihan pemilu,” tambahnya.

Dalam putusannya pengadilan memerintahkan SBI untuk tidak menerbitkan obligasi seperti itu lagi, memberikan rincian identitas orang-orang yang membelinya, dan memberikan informasi tentang obligasi yang ditebus oleh masing-masing partai politik kepada Komisi Pemilihan Umum dalam waktu seminggu.

Pengadilan juga menyampaikan obligasi pemilu bukan satu-satunya skema untuk mengekang penggunaan uang tunai atau "uang gelap” dan meminta pemerintah untuk mencari alternatif lain.

“Warga negara mempunyai kewajiban untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah atas tindakan dan kelambanan mereka, dan ini hanya bisa terjadi jika pemerintah terbuka dan tidak merahasiakan,” kata pengadilan.

2. Sistem pendanaan dianggap mendorong korupsi

Ilustrasi Korupsi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Gopal Krishna Agarwal, juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP), mengatakan partainya berkomitmen untuk terus melakukan reformasi pendanaan pemilu dan akan mematuhi keputusan tersebut.

Pemerintahan Modi membela kebijakan tersebut, dengan mengatakan kebijakan itu mengurangi penggunaan uang tunai dalam pendanaan politik. Para pendukung juga berpendapat sistem itu membuat pendanaan partai politik dapat dilacak dan transparan sekaligus melindungi identitas kontributor.

Namun, para kritikus mengatakan bahwa obligasi tersebut tidak sepenuhnya anonim karena bank milik negara tersebut memiliki catatan mengenai donor dan penerima, sehingga memudahkan pemerintah yang berkuasa untuk mengakses rincian dan “menggunakan” informasi tersebut untuk mempengaruhi donor.

Mereka yang menentang pendanaan itu mengatakan tidak ada catatan publik tentang siapa yang membeli setiap obligasi dan ke partai mana sumbangan diberikan. Hal itu membuat publik tetap tidak mengetahui sumber sumbangan tersebut. Di pengadilan para pemohon berpendapat skema tersebut melanggar hak masyarakat untuk mengetahui pendanaan partai politik dan mendorong korupsi.

Pemerintah membantah tuduhan tersebut dan berpendapat bahwa identitas para donor perlu dirahasiakan, sehingga mereka tidak menghadapi balas dendam apa pun dari partai politik.

Baca Juga: Nyaris Dihukum Mati, 8 Eks Perwira AL India Dibebaskan Qatar

Verified Writer

Ifan Wijaya

A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya