TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

NATO Sebut Infrastruktur Bawah Laut Eropa Rentan Sabotase Rusia

Serangan bawah laut Rusia akan berdampak pada semiliar orang

ilustrasi kapal selam. (unsplash.com/Ан Нет)

Jakarta, IDN Times - Infrastruktur bawah laut yang menghubungkan Eropa dan Amerika Utara disebut rentan terhadap serangan Rusia dan musuh NATO lainnya. Hal ini disampaikan oleh Didier Maleterre, wakil komandan Komando Maritim Sekutu (Marcom) NATO, dilansir dari The Guardian pada Selasa (16/4/2024).

Menurutnya, jaringan pipa gas, listrik dan internet bawah laut tidak dirancang untuk menghadapi ancaman hibrida.

"Kami tahu Rusia telah mengembangkan banyak perang hibrida di bawah laut untuk mengganggu ekonomi Eropa," ujar Maleterre.

Ia menegaskan bahwa NATO tidak lengah dan terus bekerja sama untuk menghadapi ancaman tersebut. Ancaman ini dinilai berpotensi untuk membahayakan keamanan hampir 1 miliar orang di kawasan Eropa dan Amerika Utara.
 

Baca Juga: Sekjen NATO: Eropa-Amerika Saling Membutuhkan!

1. Infrastruktur bawah laut rentan terhadap serangan hibrida Rusia

Infrastruktur bawah laut sangat penting bagi perekenomian Eropa. Lebih dari 90 persen internet Eropa bergantung pada jaringan kabel bawah laut. Sayangnya, infrastruktur ini dibangun oleh pihak swasta tanpa mempertimbangkan perkembangan ancaman hibrida. 

Kerentanan ini semakin nyata dengan adanya dua insiden dugaan sabotase pada pipa gas di Laut Baltik dalam kurun 18 bulan terakhir. Kedua insiden tersebut adalah sabotase terhadap Nord Stream 1 dan 2 pada September 2022 serta Balticconnector pada Oktober 2023. Meski telah dilakukan penyelidikan ekstensif oleh beberapa negara, kedua kasus tersebut masih belum terpecahkan.

Tak hanya Rusia, keamanan infrastruktur bawah laut juga terancam oleh ulah negara lain. Misalnya, Finlandia pernah melaporkan bahwa ada sebuah kapal China yang sengaja merusak pipa gas Balticconnector dengan jangkarnya pada Desember lalu.

2. Negara bertanggung jawab melindungi infrastruktur bawah lautnya sendiri

Ilustrasi kapal perang. (unsplash.com/ Michael Afonso)

NATO memang memiliki kehadiran signifikan di perairan Eropa, dengan lebih dari 100 kapal patroli dan kapal selam yang berjaga setiap saat. Namun, tidak mungkin bagi aliansi tersebut untuk menjaga setiap bagian infrastruktur bawah laut. Menurut Maleterre, tanggung jawab utama untuk melindungi infrastruktur vital tersebut terletak pada masing-masing negara.

Beberapa negara Eropa, seperti Norwegia, Swedia, dan Denmark, telah mengembangkan drone, sensor, dan kendaraan bawah air tak berawak (UUV). Alat ini digunakan untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan atau ancaman terhadap infrastruktur bawah laut dengan cepat. Langkah ini diambil sebagai respons atas meningkatnya kekhawatiran akan keamanan bawah laut.

Selain itu, NATO juga tengah membangun pusat khusus yang didedikasikan untuk masalah keamanan bawah laut di markas Marcom di Inggris. Pusat ini akan dilengkapi dengan perangkat lunak kecerdasan buatan yang dapat mendeteksi dan melacak aktivitas mencurigakan di laut, seperti kapal yang mematikan sistem identifikasi otomatis (AIS) atau berlama-lama di area tertentu.

Baca Juga: Rusia Tuding Barat Ingin Rusak Stabilitas di Kaukasus Selatan

Verified Writer

Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya