TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jepang Dikritik Soal Prosedur Karantina di Diamond Princess Tak Cermat

"Tidak ada daerah aman atau terlarang di kapal"

Sejumlah penumpang melihar keluar dari balkon kapal pesiar Diamond Princess di Terminal Kapal Dermaga Daikoku di Yokohama, selatan Tokyo, Jepang, pada 19 Februari 2020. (ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-hoon)

Jakarta, IDN Times - Seorang ahli penyakit menular di Rumah Sakit Universitas Kobe, Kentaro Iwata, mengaku sangat khawatir terhadap standar karantina yang diberlakukan di kapal pesiar Diamond Princess yang sedang berlabuh di Yokohama, Jepang. Proses karantina dilakukan sejak (3/2) lalu dan telah berakhir pada (19/2). Tetapi, proses karantina itu bagi penumpang. 

Mereka sudah dibolehkan turun dari kapal dan kembali ke rumah sejak Rabu kemarin. Sedangkan, ratusan kru termasuk ABK asal Indonesia menjalani proses karantina lanjutan. Tercatat ada 78 kru asal Indonesia. Sebanyak 4 orang di antaranya sudah dinyatakan positif tertular virus corona dan dirawat di rumah sakit di daerah Tokyo dan Chiba. 

Kentaro bisa mendapatkan akses menuju ke dalam kapal pesiar mewah itu. Ia kemudian menceritakan hasil observasinya ke akun media sosial. Alasannya menyelinap ke dalam kapal pada (20/2) karena ingin membantu dalam menahan lajunya penyebaran virus mematikan itu. 

Ia mengaku dihubungi oleh Kementerian Ketenagakerjaan setempat untuk bisa menuju ke kapal. Namun, tiba-tiba ia dikabari tidak bisa naik ke atas kapal karena ada otoritas yang tak menyukainya. Singkat cerita dengan strategi tertentu, Kentaro bisa mengakses kapal pesiar tersebut. 

Ketika tiba di sana, ia mengaku sangat terkejut. Lantaran proses karantina yang dilakukan oleh otoritas Jepang sangat semborono. 

"Saya sangat takut tertular COVID-19, karena tidak tahu virus ada di mana saja. Tidak ada daerah aman, daerah terlarang. Virus bisa ada di mana saja dan orang-orang tidak waspada," kata Kentaro di akun YouTube yang kemudian dihapusnya. 

Lalu, seperti apa sesungguhnya kondisi yang ia lihat di kapal Diamond Princess? 

Baca Juga: Menkes Terawan: 74 WNI di Kapal Diamond Princess Dalam Kondisi Baik 

1. Para penumpang dan kru kapal Diamond Princess diizinkan membaur

(Spesialis penyakit menular Kentaro Iwata) tangkapan layar YouTube ABC News

Menurut Kentaro, situasi di dalam kapal pesiar mewah itu kacau. Otoritas setempat tidak memisahkan mana zona aman dan terlarang untuk dimasuki. Semua penumpang terlihat bahkan sempat menyantap makanan di ruangan yang sama. 

"Orang-orang ada yang mengenakan alat pelindung diri lalu melepasnya. Ketika makan siang hanya mengenakan sarung tangan. Mereka hanya melengkapi diri dengan ponsel dan alat pelindung diri. Jadi, benar-benar kacau," ungkapnya. 

Usai kembali dari kapal pesiar, Kentaro memutuskan untuk berada di kamar yang terpisah dari keluarganya. Sebab, ia khawatir bisa menularkan virus corona ke keluarganya. 

Sementara, dalam wawancara dengan BBC, Kentaro mengatakan prosedur karantina dan tes yang dilakukan oleh Pemerintah Negeri Sakura tak menjamin semua penumpang bebas dari virus. 

"Saya terkejut karena melihat pencampuran zona kotor, yang kami sebut zona merah, dan zona hijau yang merupakan zona bersih," tutur dia. 

2. Tidak ada petugas profesional spesialis pengendali infeksi di dalam kapal pesiar

(Kapal pesiar Diamond Princess berlabuh di Pelabuhan Yokohama) ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-Hoon

Ada tiga poin penting hasil observasi Kentaro dan dikutip stasiun berita BBC. Pertama, orang-orang makan bersama dan berbagi ruang tempat tinggal; kedua, tidak mengenakan baju pelindung termasuk para staf medis; ketiga, tidak ada petugas profesional spesialis pengendali di dalam kapal. 

Oleh sebab itu, ia khawatir selama beberapa hari ke depan, akan terjangkit virus corona. Menurutnya, sesuai dengan prosedur standar, seharusnya di dalam kapal, harus dibedakan di mana tempat virus berpotensi ada dan tidak ada. 

"Ini adalah hal pertama yang kami lakukan dalam tindakan pengendalian infeksi di mana saja di dunia," tutur dia. 

Kentaro sendiri memiliki pengalaman menangani penyebaran wabah Ebola dan SARS. Ia merasa lebih aman ketika bekerja di Afrika dan menangani penyakit tersebut. 

"Saya merasa jauh lebih aman ketika saya berada di Afrika, karena tahu di mana virus itu tidak ada dan tahu di mana pasien berada. Ada perbedaan yang jelas antara zona merah dan zona hijau," ungkapnya. 

Baca Juga: Jemput 74 WNI di Kapal Diamond Princess, Pemerintah Siapkan 2 Opsi 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya