TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemerintah Baru Thailand Berencana Melarang Konsumsi Ganja

Legalisasi ganja sempat mendongkrak ekonomi Thailand

Ilustrasi bendera Thailand (unsplash.com/Markus Winkler)

Jakarta, IDN Times - Komunitas pecinta Ganja, pada Jumat (9/6/2023), merespons rencana pemerintahan baru Thailand soal larangan konsumsi psikotropika tersebut. Menurutnya, itu tidak masuk akal mengingat bisnis mariyuana telah mendongkrak perekonomian negara usai dilegalkan tahun lalu.

Sebelumnya, bakal calon Perdana Menteri Pita Limjaroenrat dari Partai Move Forward (MPF) yang menang pemilihan umum bulan lalu, mengancam akan melarang atau mengontrol ketat penggunaan ganja untuk keperluan hiburan. 

Kendati MPF dipandang terkenal sebagai partai politik paling liberal di Thailand, komunitas Ganja TV kecewa dengan sikap Pita. Sebab, Pita sebelumnya menyebut industri ganja potensial untuk mendanai sekolah dan berdampak besar bagi negara.

Baca Juga: Pipa Amonia di Kharkiv Rusak, Rusia dan Ukraina Saling Tuding 

1. Dilarang sampai UU ganja disahkan

Ilustrasi parlemen (unsplash.com/Marco Oriolesi)

Melansir Al Jazeera, Pita sempat mengatakan bahwa konsumsi ganja untuk hiburan perlu dilarang sampai pemerintah mengesahkan undang-undang ganja. Aturan itu demi menetapkan tolok ukur soal di mana mariyuana harus dijual dan dikonsumsi.

Pandangan itu selaras dengan koalisi partai Pita yang sibuk membentuk pemerintahan selama beberapa minggu mendatang. Koalisi terdiri dari delapan partai yang di antaranya berasal dari provinsi selatan Thailand dengan mayoritas Islam konservatif.

Untuk membentuk pemerintahan yang dipimpin Perdana Menteri Pita, koalisi harus mengamankan 376 kursi untuk peroleh mayoritas di parlemen. Saat ini, koalisi baru memiliki 313 kursi.

Rencana koalisi itu membuat Menteri Kesehatan Anutin Charnvirakul marah. Sebab, ia sedari awal mendorong liberalisasi dan menolak mendukung pemerintah mana pun yang berupaya membatalkan atau menunda pengesahan undang-undang ganja. Anutin merupakan pemimpin partai Bhumjaithai yang memiliki 71 kursi dan bukan aliansi Pita.

Hiruk-pikuk yang dipicu para politisi Thailand membuat sejumlah komunitas ganja kesal. Sebab, itu memengaruhi masa depan industri mereka.

“Saya memulai (Ganja TV) ini pada 2019, berharap menjadi platform media untuk mengedukasi masyarakat tentang manfaat ganja medis,” ujar K Lert, editor Ganja TV kepada Al Jazeera.

“Sekarang semua orang khawatir anak-anak terpapar ganja, namun mereka belum mengesahkan undang-undang ganja untuk menghentikan hal itu terjadi. Itu tidak masuk akal," sambung dia.

2. Investor ragu atas kepastian hukum ganja di Thailand  

iIlustrasi ganja (unsplash.com/Wesley Gibbs)

Bagi para investor, adanya ketidakpastian hukum telah melemahkan kepercayaan mereka pada industri ganja di Thailand. Padahal, usaha itu berkembang pesat setelah dilegalkan tahun lalu.

“Saya sudah menginvestasikan sekitar 1 juta dolar (sekitar Rp14,9 miliar). Jika menjadi ilegal lagi, saya harus menghentikan investasi dan mencari pasar di tempat lain,” kata Aphichai Techanitisawad, pendiri dan CEO penjual ganja Grasshopper, dikutip NY Breaking

“Membatalkan undang-undang akan mengirimkan efek riak tidak hanya ke industri gulma tetapi banyak lainnya, termasuk real estate, ada lebih dari seribu apotek di Bangkok saja, jadi banyak pendapatan yang hilang untuk pemilik lapak,” sambung dia.

Baca Juga: Gadis 11 Tahun di Malaysia Masuk Rumah Sakit usai Makan Biskuit Ganja

Verified Writer

Syahreza Zanskie

Feel free to contact me! syahrezajangkie@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya