Indonesia Kecewa Tidak Ada Perkembangan Signifikan di Myanmar
Junta militer dianggap tidak berkomitmen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia, Retno Marsudi, mengungkap bahwa mayoritas anggota ASEAN kecewa dengan implementasi konsensus lima poin (five-point consensus) yang tidak sesuai dengan ekspektasi.
Pernyataan itu disampaikan usai pertemuan setingkat menteri luar negeri Asia Tenggara pada Senin (4/10/2021). Ada lima hal yang dibahas pada pertemuan tersebut, salah satunya adalah situasi terkini di Myanmar.
“Isu implementasi five-point consensus berlangsung cukup lama dan sangat terbuka. Sebagian besar negara anggota menyampaikan kekecewaan terhadap implementasi five-point consensus. Sebagian negara menyampaikan bahwa ASEAN tidak boleh bersikap business as usual mencermati perkembangan ini,” kata Retno dalam konferensi pers virtual, sebagaimana disiarkan pada YouTube MoFA Indonesia.
“Sejak pertemuan ASEAN Leaders Meeting enam bulan lalu di Jakarta, saya sampaikan tidak ada perkembangan signifikan di Myanmar,” tambah dia.
Baca Juga: Junta Myanmar Tidak Izinkan Utusan ASEAN Temui Aung San Suu Kyi
1. Indonesia mengapresiasi kinerja utusan khusus ASEAN
Pada pertemuan tersebut, Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, Menlu II Brunei Darussalam Eryawan Yusof, juga menyampaikan sejumlah pencapaian dan tantangan dalam membantu memulihkan situasi di negara yang dilanda kekacauan politik sejak 1 Februari 2021 itu.
Kendati kecewa dengan implementasi five-point consensus yang tidak sesuai harapan, Retno mengapresiasi kinerja Eryawan yang telah berupaya untuk memasuki Myanmar.
“Utusan Khusus menyampaikan adanya tantangan, termasuk masalah kunjungan dan akses untuk bertemu dengan semua pihak. Di dalam pertemuan, saya menyampaikan apresiasi atas upaya Utusan Khusus untuk mendorong pelaksanaan five-point consensus,” ujar Retno.
Pernyataan di atas merujuk pada sikap junta beberapa hari lalu, yang melarang Eryawan untuk menemui Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil yang dikudeta. Junta beralasan melarang pihak internasional untuk berkomunikasi dengan seseorang yang sedang menjalani persidangan.
Baca Juga: Sidang PBB Berakhir Tanpa Pidato Utusan Afghanistan dan Myanmar
Baca Juga: Diadang Aksi Protes, Utusan Khusus ASEAN Minta Akses Penuh di Myanmar