Rusia telah dituduh merencakan invasi ke Ukraina. Saat ini, lebih dari sekitar 100 ribu pasukan Rusia terkonsentrasi di beberapa titik di sekitar perbatasan Ukraina. Upaya untuk meredakan ketegangan dan mencegah Rusia menyerang Ukraina dengan jalur diplomasi tersendat.
Dulu ketika Rusia mencaplok Krimea pada tahun 2014, kerusuhan merembet di kota Luhansk dan Donetsk. Pasukan separatis yang didukung Moskow mengambil wilayah tersebut dan memerdekakan diri. Kerusuhan menjalar ke kota Kharkiv yang berada di dekatnya.
Saat itu, para penduduk panik ketika gedung-gedung pemerintah mendapatkan serangan bom molotov dari pasukan separatis. Tapi tentara Ukraina berhasil mempertahankan kota itu agar tidak jatuh ke tangan pemberontak.
Dilansir Al Jazeera, Nadia Rynguina mengenang "pada tahun 2014, itu panik. Kali ini tidak ada kepanikan tapi kemarahan. Situasinya telah berubah, kami memiliki tentara yang layak, kami memiliki warga negara yang siap membela negara."
Seorang demonstran sepuh yang berusia 79 tahun bernama Yury Shmylyov, memperingatkan bahwa jalanan dan taman-taman di Kharkiv tidak akan pernah menjadi tempat aman bagi pasukan Rusia jika invasi dilakukan.
"Pada tahun 2014, kami takut untuk mengibarkan bendera biru dan kuning (Ukraina) di sini, tetapi sekarang lihatlah," katanya merujuk ribuan orang yang mengibarkan bendera nasional Ukraina.
Semangat patriotisme warga Kharkiv telah meroket seiring dengan tekanan dan ancaman dari Rusia. Mereka sangat antusias dalam memberikan dukungan kepada negara dan tentaranya.