Potret jalan bertuliskan corona. Sumber: Unsplash.com/Markus Spiske
Menurut pernyataan yang disampaikan oleh para legislator pada hari Jum'at kemarin (2/04), penggunaan dari paspor vaksin COVID-19 dalam layanan umum, bisnis dan pekerjaan, dinilai dapat mendatangkan diskriminasi dan penindasan terhadap individu.
Hal itu dianggap sebagai langkah otoriter yang terlalu jauh karena paspor vaksin dinilai dapat menciptakan upaya dalam memecah belah komunitas, dimana segala aktivitas mulai dari yang paling ringan akan membutuhkan ijin. "Memiliki paspor untuk bepergian ke luar negeri itu adalah hak istimewa, bahkan kemewahan, tetapi partisipasi dalam kehidupan komunitas lokal adalah hak fundamental," kata politikus dan aktivis HAM, Baroness Chakrabarti, kepada program Today BBC Radio 4. Ia menambahkan bahwa gagasan paspor vaksin akan memperkenalkan sitem 'dua antrian'. Baik ketika ingin pergi ke bioskop atau melihat pertandingan sepak bola, akan selalu ada pos pemeriksaan sertifikat vaksin dan hal itu bukanlah yang diinginkan oleh warga Inggris.
Paspor vaksin juga dinilai akan menyebabkan kekuasan tertentu bagi pihak kepolisian atau atasan di kantor dan bisa saja disalah gunakan untuk hal yang tidak bermoral. Risikonya pun disebut tidak sebanding karena dapat menciptakan elemen kelas bawah bagi orang yang tidak divaksinasi. Padahal, masih banyak orang yang memilih untuk tidak vaksin karena alasan medis. "Itu adalah pelanggaran kebebasan sipil yang besar," ujar anggota parlemen lainnya.