Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden China, Xi Jinping. (commons.wikimedia.org/China News Service, free to use)
Presiden China, Xi Jinping. (commons.wikimedia.org/China News Service, free to use)

Intinya sih...

  • Xi Jinping akan kunjungi Vietnam, Malaysia, dan Kamboja pada 14-18 April 2025.
  • Kunjungan bertujuan memperkuat hubungan bilateral di kawasan ASEAN.
  • China menaikkan tarif impor hingga 125 persen sebagai balasan atas kebijakan tarif resiprokal dari AS.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Di tengah memanasnya perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS), Presiden Xi Jinping mengumumkan rencana kunjungan ke tiga negara ASEAN pekan depan. Xi dijadwalkan melawat ke Vietnam, Malaysia, dan Kamboja pada 14–18 April 2025. 

“Kunjungan ini bertujuan memperkuat ikatan strategis dengan negara-negara tetangga, mengelola perbedaan secara tepat, dan meningkatkan hubungan rantai pasokan,” lapor Channel News Asia, Sabtu (12/4/2025).

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China menyampaikan bahwa Xi akan berada di Vietnam pada 14–15 April atas undangan Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Vietnam, To Lam, dan Presiden Vietnam, Luong Cuong.

“Setelah itu, ia akan mengunjungi Malaysia dan Kamboja dari tanggal 15 hingga 18 April, masing-masing atas undangan Raja Malaysia Sultan Ibrahim dan Raja Kamboja Norodom Sihamoni,” tambahnya.

1. Mencari dukungan negara ASEAN

Ilustrasi benderan negara anggota ASEAN. (pixabay.com/Thuận Tiện Nguyễn )

Para analis yang dikutip oleh media asal Singapura menilai bahwa langkah diplomasi ini bertujuan memperkuat hubungan bilateral di kawasan. Kunjungan tersebut juga dinilai sebagai upaya China untuk mendapatkan dukungan sebagai mitra ekonomi yang dapat diandalkan di tengah tekanan global.

China sendiri telah menaikkan tarif impor hingga 125 persen sebagai balasan atas kebijakan tarif resiprokal dari AS. Sementara itu, Washington menerapkan tarif hingga 145 persen terhadap produk-produk dari China.

Tak hanya China yang terdampak, sejumlah negara ASEAN juga dikenai tarif bervariasi oleh AS, mulai dari 10 hingga 49 persen. Rinciannya, Kamboja dikenai tarif 49 persen, Vietnam 46 persen, dan Malaysia 24 persen.

Namun, ASEAN menyatakan tidak akan mengambil langkah balasan. Dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Kamis, sepuluh negara anggota menyepakati bahwa dialog tetap menjadi solusi utama dalam menghadapi situasi ini.

2. China lobi berbagai negara untuk lawan tarif AS

Ilustrasi bendera China di Great Hall of the People, Xicheng District, China. (unsplash.com/Dominic Kurniawan Suryaputra)

Kebijakan sanksi resiprokal dari AS tak hanya menyasar China, tetapi juga puluhan negara lain di berbagai kawasan. Situasi ini dimanfaatkan Beijing untuk membangun solidaritas global, termasuk dengan negara-negara Eropa.

Pada Jumat, Presiden Xi menyerukan kepada Uni Eropa untuk bergabung dalam melawan kebijakan tarif AS. Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Spanyol di Beijing, Xi menegaskan bahwa kedua pihak perlu bekerja sama demi menegakkan keadilan ekonomi dunia.

“China dan Eropa harus menjalankan tanggung jawab internasional mereka, dan bersama-sama menentang praktik intimidasi sepihak,” ujarnya.

Menurut laporan Politico, meningkatnya dampak tarif mendorong Uni Eropa mempertimbangkan kerja sama lebih erat dengan China. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dalam percakapan dengan Perdana Menteri China Li Qiang pada Selasa, mengangkat isu pengalihan perdagangan sebagai salah satu langkah strategis.

“Presiden von der Leyen menekankan pentingnya peran China dalam mengelola potensi pengalihan perdagangan akibat tarif, terutama di sektor-sektor yang sudah terdampak oleh kelebihan kapasitas global,” tulis Komisi Eropa dalam pernyataan resmi.

3. AS berupaya tangkal rencana China

Presiden AS, Donald Trump. (commons.wikimedia.org/Gage Skidmore)

Di sisi lain, AS juga berupaya mencegah agar China tidak berhasil membangun aliansi global untuk melawan balik. Menurut Philippe Gijsels, Kepala Strategi di BNP Paribas Fortis, hal ini dilakukan dengan cara menunda pemberlakuan tarif selama 90 hari bagi semua negara, kecuali China.

“Sebagian dari masa tenang ini mungkin bertujuan untuk mencegah terbentuknya kerja sama antara China dan Eropa dalam menanggapi tarif. Bisa jadi ini juga bagian dari strategi untuk mengisolasi China,” ujar Gijsels, dikutip The Straits Times.

Pengecualian terhadap China dari penundaan tarif tersebut juga semakin memperkuat dugaan bahwa AS memang menjadikan Beijing sebagai target utama kebijakan tarif baru ini.

Namun, Menteri Keuangan AS Scott Bessent membantah spekulasi tersebut. Ia menyatakan bahwa penundaan 90 hari hanya berkaitan dengan proses teknis dan waktu pemrosesan.

“Ini hanya masalah teknis. Setiap solusi akan disesuaikan untuk masing-masing negara, dan Presiden Trump ingin terlibat langsung. Karena itu, kami menetapkan masa jeda 90 hari,” jelasnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team