China Gandeng Uni Eropa untuk Balas Tarif Resiprokal AS

Jakarta, IDN Times – Presiden China, Xi Jinping, mendesak Uni Eropa untuk bersatu menghadapi tarif resiprokal yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS). Berbicara pada Jumat (11/4/2025), Xi menyebut bahwa tarif tersebut merupakan bentuk intimidasi yang dapat memicu kekacauan di seluruh dunia.
"China dan Eropa harus memenuhi tanggung jawab internasional mereka dan bersama-sama melawan praktik intimidasi sepihak," kata Xi, dikutip dari NDTV.
Pernyataan itu ia sampaikan saat bertemu dengan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez di Beijing. Xi mengatakan bahwa persoalan ini bukan hanya menyangkut hak dan kepentingan nasional, tetapi juga menyangkut keadilan serta kesetaraan dalam tatanan internasional.
1. Uni Eropa tetap lanjutkan hubungan dagang dengan China

Dalam pertemuan itu, Sanchez menyatakan bahwa perang dagang antara Beijing dan Washington tidak akan menghalangi kerja sama antara China dan Uni Eropa.
“Spanyol dan Eropa memang memiliki defisit perdagangan yang signifikan dengan China. Namun, kami tidak boleh membiarkan ketegangan perdagangan menghalangi potensi pertumbuhan hubungan,” katanya.
Senada dengan itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron juga menyerukan agar Uni Eropa terus mempersiapkan langkah strategis untuk menghadapi kebijakan tarif dari AS.
"Bersama Komisi Eropa, kami harus menunjukkan diri sebagai pihak yang kuat. Eropa harus terus berupaya mengambil semua tindakan pencegahan yang diperlukan," tulisnya melalui platform X.
2. China dijatuhi tarif hingga 145 persen

Seruan Xi muncul di tengah memanasnya ketegangan dagang antara China dan AS. Dalam beberapa hari terakhir, kedua negara terlibat dalam aksi saling balas tarif secara bertahap.
Dilansir Channel News Asia, Washington telah menaikkan tarif terhadap China hingga 145 persen. Sebelumnya, Beijing juga menaikkan tarif hingga 125 persen.
Kebijakan tarif ini sebenarnya tidak hanya menyasar China, tetapi juga puluhan negara lain, termasuk Uni Eropa. Namun, pengumuman tersebut telah memicu kekhawatiran global dan memperburuk krisis di pasar internasional.
3. Tarif AS hanya menargetkan China?

Sebagai respons atas kekhawatiran global, Presiden AS Donald Trump mengumumkan penundaan selama 90 hari atas pemberlakuan tarif terhadap semua negara, kecuali China. Pengecualian ini memunculkan spekulasi bahwa target utama kebijakan tersebut memang adalah China.
Philippe Gijsels, Kepala Strategi di BNP Paribas Fortis, menyampaikan kemungkinan tersebut.
"Jelas bahwa target utama tarif Trump adalah China. Dan itu mungkin sudah menjadi tujuannya sejak hari pertama. Makin lama, ini tampak seperti pertarungan antara China dan AS untuk memperebutkan kepemimpinan global," ujar Gijsels, dikutip dari The Straits Times.
Menurutnya, jeda 90 hari tersebut kemungkinan merupakan strategi AS untuk mencegah negara lain, khususnya Uni Eropa, bergabung dengan China dalam melawan balik kebijakan tersebut.
“Mungkin ini juga cara untuk mengisolasi China,” tambahnya.
Namun, Menteri Keuangan AS Scott Bessent membantah anggapan tersebut. Ia menegaskan bahwa jeda 90 hari diberikan murni untuk memproses negosiasi dengan berbagai negara secara menyeluruh.
“Ini hanya soal waktu dan proses. Setiap penyelesaian akan bersifat spesifik, dan hal ini membutuhkan waktu. Presiden Trump juga ingin terlibat langsung dalam proses ini. Itulah sebabnya jeda 90 hari kami terapkan,” jelasnya.