Presiden AS, Donald Trump. (commons.wikimedia.org/Gage Skidmore)
Pada Selasa, Sekretaris Pers Karoline Leavitt menyatakan bahwa Trump yakin meningkatnya biaya impor akan mendorong Apple untuk memindahkan produksinya kembali ke AS. Hal ini disampaikan setelah Apple mengumumkan rencana investasi senilai 500 miliar dolar AS.
"Ia yakin kita punya tenaga kerja dan sumber daya untuk melakukannya. Jika Apple tidak yakin AS mampu, mereka mungkin tidak akan menggelontorkan dana sebesar itu," ujarnya, dikutip dari The Guardian.
Donald Trump juga menyerukan agar perusahaan-perusahaan AS lainnya mengikuti langkah Apple.
"Ini saat yang tepat untuk memindahkan perusahaan Anda ke AS, seperti yang dilakukan Apple dan banyak perusahaan lain," tulis Trump di media sosial Truth Social.
Namun, para ahli meragukan kemampuan AS untuk mengelola produksi elektronik dalam skala besar. Sebab, AS dianggap tak memiliki tenaga kerja terampil seperti di China, India, dan Vietnam.
Pendiri Apple, mendiang Steve Jobs, pada 2010 juga sempat mengutarakan keraguan terhadap kapasitas tenaga kerja di AS dalam sektor manufaktur. Dalam biografi yang ditulis Walter Isaacson, ia mengatakan tak dapat menemukan banyak orang yang bisa dipekerjakan di AS.
CEO Apple Tim Cook pada 2017 juga mengatakan bahwa perusahaan mengandalkan negara seperti China bukan karena murahnya tenaga kerja, tetapi karena keterampilan dan kuantitas pekerja terlatih yang tersedia di satu lokasi.
“Alasannya adalah karena keterampilan, kuantitas keterampilan di satu lokasi, dan jenis keterampilannya,” ungkap Cook.