Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera Arab Saudi (unsplash.com/aboodi vesakaran)

Jakarta, IDN Times – Arab Saudi mulai mengirim bantuan kemanusiaan pertamanya ke Suriah pada Rabu (1/1/2025). Bantuan itu diangkut dari Bandara Internasional King Khalid dengan membawa makanan, shelter, dan perlengkapan medis. Bantuan tiba di Bandara Internasional Damaskus pada pagi hari.

”Bantuan udara ini akan diikuti dengan pembangunan jembatan darat dalam beberapa hari mendatang,” kata Penasihat Istana Kerajaan dan Pengawas, Abdullah Al Rabeeah, dilansir dari Al Awsat.

Al Rabeeah mengatakan bahwa upaya ini menunjukkan komitmen Saudi untuk memberikan dukungan kemanusiaan berdasarkan tradisi lamanya dalam membantu negara-negara sahabat di seluruh dunia.

Ia juga menyoroti bantuan berkelanjutan Kerajaan sejak krisis Suriah yang dimulai pada 2011 dan peran penting negaranya dalam bantuan kemanusiaan internasional.

1. Negara-negara lain juga mulai mengirim bantuan

Saudi bukan negara pertama yang mengirim bantuan ke Suriah. Beberapa negara lain juga telah melakukan hal serupa sejak jatuhnya rezim Bassar al-Assad.

Dilansir Arab Times, Kuwait pada Senin mengirim bantuan kebutuhan dasar ke Suriah dengan berat total mencapai 20 ton. Duta Besar sekaligus ketua Bulan Sabit Merah Kuwait, Khaled Al Mugahamis, mengatakan pengiriman bantuan itu sebagai bentuk solidaritas terhadap Suriah pascaperang.

Tak hanya negara Arab, Ukraina juga mengirim bantuan kemanusiaan ke Suriah. Negara yang kini masih dilanda perang dengan Rusia itu mengirim 500 metrik ton tepung gandum.

"Tepung terigu rencananya akan didistribusikan ke 33.250 keluarga atau 167 ribu orang dalam beberapa minggu mendatang. Setiap paket beratnya 15 kilogram dan dapat memberi makan satu keluarga beranggotakan lima orang selama satu bulan," kata Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, dilansir dari Reuters.

Setelah tergulingnya rezim Assad, Ukraina ingin memulihkan hubungan dengan Suriah. Kiev sebelumnya mengekspor gandum dan jagung ke negara-negara di Timur Tengah, tetapi tidak ke Suriah.

2. Sulitnya akses bantuan kemanusiaan ke Suriah

Selama pemerintahan Assad, sanksi yang sangat melumpuhkan telah berulang kali dijatuhkan oleh berbagai negara di dunia terhadap Suriah. Akibatnya, kondisi ekonomi negara tersebut tertatih-tatih.

Menurut Alex Zerden, seorang peneliti senior di Center for New American Security, kondisi ini pula yang membuat Suriah kini sulit mendapatkan akses bantuan kemanusiaan.

Terlebih lagi, pemimpin Suriah baru, yang notabene merupakan pecahan dari kelompok Al Qaeda dan dianggap teroris, membuatnya hal ini semakin sulit.

“Sangat sulit untuk menyediakan bantuan kemanusiaan di Suriah dibandingkan dengan negara-negara lain,” katanya, dilansir New York Times.

Inggris sebelumnya mengatakan bahwa mereka akan mengirim 63,5 juta dolar AS dalam bentuk bantuan kemanusiaan baru untuk orang-orang terlantar di Suriah dan pengungsi Suriah di Lebanon dan Yordania. Pada saat yang hampir bersamaan, Jerman mengatakan akan mengirim sekitar 8,4 juta dolar AS.

3. Harapan Suriah yang baru di bawah HTS

Ilustrasi bendera Suriah. (commons.wikimedia.org/This file is licensed under the Creative Commons Attribution-Share Alike 3.0 Unported license)

Assad, yang memimpin Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia setelah kelompok anti-rezim menguasai Damaskus pada 8 Desember. Pelariannya mengakhiri rezim Partai Baath, yang telah berkuasa sejak 1963.

Peralihan kekuasaan terjadi setelah pejuang Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merebut kota-kota utama dalam serangan kilat yang berlangsung kurang dari dua minggu. Pemerintahan baru yang dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa itu kini telah mengambil alih kekuasaan.

Di bawah kepemimpinannya, mereka mengharapkan Suriah yang baru, yang bebas dari konflik dan perpecahan. Mereka hendak menyatukan Suriah di bawah kemajemukan berbagai kelompok etnis dan agama.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team