Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Tentara Ukraina (commons.wikimedia.org/President Of Ukraine)
Tentara Ukraina (commons.wikimedia.org/President Of Ukraine)

Intinya sih...

  • Pemerintah AS mendesak Ukraina menurunkan batas usia wajib militer dari 25 tahun menjadi 18 tahun untuk meningkatkan jumlah tentara.
  • Washington akan melanjutkan pengiriman senjata ke Ukraina, namun masalah yang dihadapi Ukraina saat ini adalah sumber daya manusia, bukan senjata.
  • Ukraina membutuhkan tambahan 160 ribu tentara baru, tetapi AS percaya bahwa Ukraina kemungkinan membutuhkan lebih banyak pasukan untuk melawan Rusia.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Joe Biden, pada Rabu (27/11/2024) mendesak Ukraina untuk menurunkan batas minumum usia wajib militer dari 25 tahun menjadi 18 tahun. Usulan ini berfungsi untuk meningkatkan jumlah tentara Ukraina. 

Sebulan lalu, Kepala Pusat Pelatihan Militer Ukraina, Vasyl Rumak, mengatakan bahwa terdapat penurunan tajam calon tentara Ukraina dalam pendaftaran periode terakhir. Ia mengklaim penurunan ini mencapai 40 persen dan hanya 20 ribu calon tentara yang sedang menjalani pelatihan militer. 

1. Klaim sumber daya manusia jadi masalah utama militer Ukraina

Tentara Ukraina (commons.wikimedia.org/President Of Ukraine)

Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Sean Savett mengatakan bahwa Washington akan melanjutkan pengiriman senjata ke Ukraina. Namun, ia percaya bahwa masalah yang dihadapi Ukraina saat ini bukanlah senjata melainkan sumber daya manusia. 

"Secara matematika, situasi di Ukraina saat ini membutuhkan lebih banyak tentara untuk berperang. Saat ini, Ukraina tidak memobilisasi atau melatih tentara yang cukup untuk menggantikan tentara yang gugur dan mengimbangi perkembangan jumlah tentara Rusia," tuturnya, dikutip Associated Press.

Ia menambahkan, Washington sudah siap meningkatkan kapasitas pelatihan militer kepada Kiev jika militer Ukraina mampu menambal dan mengambil langkah dalam mengatasi kekosongan komposisi militernya. 

Sebelumnya, Ukraina mengungkapkan sedang membutuhkan tambahan 160 ribu tentara baru untuk diterjunkan ke medan perang. Namun, AS percaya bahwa Ukraina kemungkinan membutuhkan lebih banyak pasukan untuk melawan Rusia. 

2. Zelenskyy enggan kembali turunkan usia wajib militer

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bersama dengan tentara Ukraina (commons.wikimedia.org/President Of Ukraine)

Zelenskyy berulangkali mengungkapkan bahwa tidak ada rencana untuk kembali menurunkan usia wajib militer setelah menurunkannya dari awalnya 27 tahun menjadi 25 tahun pada April.

Menurut Kepala Center on Military and Political Power di Foundation for Defense of Democracies, Bradley Bowman, tidak ada jawaban mudah untuk mengatasi masalah kekurangan sumber daya manusia dalam militer Ukraina. 

"Tidak ada jawaban yang mudah dalam menanggulangi kekurangan jumlah tentara Ukraina, tapi mengurangi usia wajib militer bisa jadi jawaban. Keputusan ini tentu sangat sulit bagi pemerintah Ukraina karena masyarakat sudah sangat menderita akibat invasi Rusia," tuturnya. 

Tak hanya melakukan mobilisasi, Ukraina sudah mewajibkan warga laki-laki di luar negeri untuk mendaftarkan diri melalui aplikasi khusus agar dapat dilacak keberadaannya. Kiev juga memperbolehkan warga asing menjadi sukarelawan perang. 

3. Warga Korea Selatan tolak pengiriman senjata ke Ukraina

Pada hari yang sama, Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov mengadakan kunjungan ke Seoul untuk bertemu dengan Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol. Lawatan tersebut berfungsi meminta Seoul mengirimkan senjata ke Kiev. 

Melansir Reuters, permintaan tersebut diajukan di tengah semakin eratnya hubungan Rusia-Korea Utara (Korut) dalam beberapa bulan terakhir, terutama setelah dugaan pengiriman tentara Korut ke Rusia untuk membantu melawan Ukraina. 

Berdasarkan survei terbaru Gallup Korea, sekitar 82 persen rakyat Korea Selatan (Korsel) menolak rencana pengiriman senjata ke Ukraina. Meskipun begitu, mayoritas warga Korsel tetap menganggap aliansi antara Rusia-Korut sebagai ancaman baru. 

Meskipun tidak mengirimkan senjata, Korsel bersedia menyediakan kendaraan penjinak ranjau, kendaraan lapis baja, dan sejumlah bantuan kemanusiaan ke Ukraina. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorBrahm