Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pesawat nirawak Reaper milik AS (Wikimedia.org/Lt. Col. Leslie Pratt)

Jakarta, IDN Times – Hasil investigasi Penatagon menunjukkan bahwa 10 warga sipil, termasuk tujuh anak-anak, yang tidak terafiliasi dengan teroris tewas dalam serangan drone tanpa awal di Kabul. Aksi yang semula dipuji-puji oleh Pentagon itu bertujuan untuk mencegah serangan Islamic State Khorasan (ISIS-K), kelompok teror yang berafiliasi dengan ISIS.

ISIS-K menyerang kawasan sekitar Bandara Hamid Karzai dengan dua bom bunuh diri dan serangkaian tembakan pada akhir Agustus lalu. Lebih dari 170 orang meninggal dunia, termasuk 13 personel militer Amerika Serikat (AS).

"Investigasi kami menyimpulkan serangan itu adalah kesalahan tragis," kata kepala Komando Pusat AS, Frank McKenzie, pada Jumat (17/9/2021) dikutip dari USA Today.

1. AS akui melakukan kesalahan tragis

Proses pemakaman warga sipil yang terbunuh pasca serangan udara drone AS di Provinsi Nangarhar. twitter.com/freelartltd

Objek investigasi adalah serangan drone terhadap Toyota Corolla Putih pada 29 Agustus 2021 di pemukiman yang tidak jauh dari bandara Kabul. Menurut McKenzie, saat itu ada lebih dari 60 intelijen yang mengindikasikan mobil itu digunakan untuk meneror pasukan AS. Sebanyak enam drone Reaper dikerahkan untuk membuntuti kendaraan tersebut.

Militer mengklaim, tujuan serangan itu adalah pencegahan teror bunuh diri. Tidak lama setelah serangan diluncurkan, laporan soal tewasnya warga sipil mencuat. Pentagon juga tidak membantah adanya korban sipil.

Berdasarkan penuturan Jenderal Angkatan Darat Mark Milley pada 1 September 2021, jatuhnya korban sipil merupakan dampak dari ledakan yang bersumber dari bom di dalam mobil.

“Itu (serangan) adalah kesalahan tragis,” ujar McKenzie, mengakui tindakan militer kala itu sebagai kesalahan.

2. Menteri Pertahanan AS minta maaf atas kesalahan serangan

Editorial Team

Tonton lebih seru di