Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Business Recorder
Business Recorder

Washington, IDN Times - Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Jim Mattis, memperingatkan Pemerintah Suriah pada hari Minggu (11/3/2018), untuk tidak menggunakan senjata kimia lagi dalam setiap operasi militer mereka.

Menurut Mattis, Pemerintah Suriah "sangat tidak bijaksana" dalam menggunakan senjata kimia dalam konflik ini, yang mengakibatkan ribuan penduduk sipil menjadi korban tewas ataupun luka-luka, seperti yang dilansir dari Reuters.

1. AS menggunakan serangan gas klorin di Ghouta Timur sebagai bukti utama

VOA

Meskipun serangan gas klorin yang terjadi di Ghouta Timur masih belum dikonfirmasi siapakah dalang utamanya, AS tetap melihat bahwa serangan klorin yang terjadi adalah sebuah tindakan yang tidak manusiawi.

Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis, menyatakan Amerika akan membalas semua serangan gas kimia yang telah dilakukan Pemerintah Suriah apabila sudah terbukti 100%. Serangan rudal jelajah AS di tahun 2017, juga pernah menghancurkan pabrik pembuatan senjata kimia Sarin yang meneror warga Suriah, dilansir dari Jpost.com.

Setelah serangan ini terjadi, Pemerintah AS menganggap bahwa Pemerintah Suriah memang benar-benar menggunakan senjata kimia dalam perangnya terhadap penduduk sipil.

Aktivis oposisi dan petugas penyelamat menegaskan, Pemerintah Suriah sangat bertanggung jawab atas seluruh serangan gas kimia yang terjadi di Suriah. Hal ini kemudian langsung disangkal baik oleh Damaskus dan Moskow.

Menurut mereka pemberontaklah yang merancang skenario 'khusus' ini. Sehingga Pemerintah Suriah dianggap harus bertanggung jawab.

Memang telah cukup banyak muncul beberapa bukti, bahwa pasukan pemberontaklah yang menggunakan cara itu untuk menarik simpati pihak internasional. Permasalahan ini tidak ada yang tahu siapakah sebenarnya yang terlibat/pelaku utama dalam serangan gas tersebut.

2. Peringatan AS membuat Rusia 'tertampar' akibat dukungannya kepada Pemerintahan Assad

Sputnik International

Hubungan AS dan Rusia memang terlihat panas dingin setiap saat. Tetapi, setelah Presiden Donald Trump terpilih menjadi pemimpin AS, hubungan bilateral AS-Rusia lebih dekat dari biasanya. Walaupun begitu, kedua kubu yang saling bermusuhan ini memang tidak dapat akur, dan sering terjadi penuduhan tanpa dasar yang jelas.

Selama kepemimpinan Presiden Trump, kebijakan AS di Suriah memang sedikit berbeda dari biasanya. AS  mulai membantu Rusia dalam penghancuran ISIS dengan pemberian intel, serta mendukung Pemerintah Rusia dalam memberi dukungan terhadap Rezim Assad.

Sekarang dengan munculnya tanggapan menusuk dari Menteri Pertahanan AS Jim Mattis mengenai serangan gas klorin, Rusia seperti 'tertampar' akibat dukungannya terhadap Pemerintah Suriah.  Jim Mattis berkata, "antara Rusia yang tidak kompeten atau bersekongkol dengan Assad. Ada banyak laporan mengenai penggunaan gas klorin atau mengenai gejala-gejala yang diakibatkan dari gas klorin," ujarnya. 

Rusia merasa seperti dipermainkan oleh AS dalam masalah ini. Tidak hanya itu, AS tetap menuduh Rusia terlibat dalam serangan udara di Ghouta Timur yang menewaskan puluhan warga sipil, meski Moskow menyangkal setiap tuduhan itu.

3. Senjata kimia dan tuduh menuduh dalam Perang Saudara Suriah

Al Jazeera

Klorin, Sarin, dan berbagai jenis senjata kimia yang pernah digunakan dalam Perang Saudara Suriah, tentu tidak asing lagi di telinga banyak orang. Pemerintah Suriah yang dituduh memiliki senjata kimia dan menggunakannya terhadap warga sipil, ternyata sudah mendapatkan banyak peringatan keras dari berbagai pihak.

Pada tahun 2014, PBB bersama AS dan Rusia datang ke Suriah untuk menyelidiki dan melucuti semua senjata kimia yang dimiliki oleh Pemerintah Suriah. Setelah operasi pembersihan mereka selesai, tiba-tiba terjadi sebuah serangan gas kimia yang menggemparkan dunia dan membuat situasi Suriah menjadi lebih panas.

Pihak opposisi/pemberontak menganggap bahwa PBB, telah gagal mengantisipasi manufaktur senjata kimia terbaru yang dimiliki oleh Pemerintah Suriah. Lain halnya, di mata Pemerintah Suriah mereka yakin tidak pernah menggunakan senjata kimia dalam perang saudara ini.

Semua itu menurut mereka hanya tuduhan tidak berdasar dari kelompok pemberontak untuk melemahkan dukungan dunia kepada Pemerintahan Suriah. Baik Rezim Presiden Bashar al Assad maupun kelompok pemberontak, keduanya tidak pernah lepas dari upaya saling tuduh menuduh yang sering terjadi.

Assad yang didukung Rusia, Iran, dan negara 'tak bernama' lainnya, melawan pemberontak demokratis yang mendapat dukungan dari AS dan sekutunya di Timur Tengah, menunjukkan masalah kemanusiaan ini tidak akan pernah selesai.

Dunia yang mencoba menghentikan penggunaan senjata kimia di Suriah akan gagal, jika mereka tidak bersatu untuk saling mengerti dan memiliki satu tujuan yang mulia, yaitu keadilan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team