Presiden AS, Donald Trump. ( The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Menurut Gedung Putih, kebijakan ini bertujuan melindungi pekerja AS dengan menaikkan biaya bagi perusahaan yang ingin merekrut tenaga kerja asing. Harapannya, aturan ini akan mengatasi penyalahgunaan program H-1B yang kerap digunakan untuk menggantikan pekerja domestik dengan tenaga kerja asing berupah lebih rendah. Kebijakan ini menuai keprihatinan internasional, terutama dari India, negara asal bagi lebih dari 70 persen pemegang visa H-1B.
“Langkah ini kemungkinan besar akan menimbulkan konsekuensi kemanusiaan melalui disrupsi yang ditimbulkan terhadap keluarga. Kami berharap disrupsi ini dapat ditangani dengan baik oleh otoritas AS,” kata Kementerian Luar Negeri India.
Dari dalam negeri, Kamar Dagang AS juga menyuarakan kekhawatiran serupa mengenai dampaknya terhadap karyawan dan perusahaan Amerika. Senator Demokrat, Mark Warner, memperingatkan bahwa langkah ini dapat merusak kemampuan AS untuk menarik talenta global dan merugikan ekonomi dalam jangka panjang, dilansir ABC News.
Di sisi lain, Senator Republik, Chuck Grassley, mendukung langkah ini meskipun ia mengakui hal itu akan membuat marah perusahaan teknologi. Kebijakan ini sendiri diberlakukan menggunakan wewenang presiden yang memuat klausul pengecualian untuk kepentingan nasional. Para pengacara imigrasi berencana melayangkan gugatan hukum terhadap kebijakan ini.