Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi banjir (unsplash.com/Art Institute of Chicago)
ilustrasi banjir (unsplash.com/Art Institute of Chicago)

Intinya sih...

  • Kondisi yang tidak higienis dapat tingkatkan risiko infeksi

  • Akses air bersih, kebersihan, dan dukungan nutrisi harus menjadi prioritas dalam upaya bantuan.

  • Minimnya toilet layak dan fasilitas cuci tangan mempercepat penyebaran penyakit di tempat-tempat padat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Banjir dahsyat di Pakistan berisiko menimbulkan masalah kesehatan, termasuk munculnya wabah kolera, tanpa adanya langkah pencegahan segera. Bayi dan anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan.

Sejak akhir Juni, hujan deras yang disertai banjir dan tanah longsor telah memengaruhi lebih dari 6 juta orang di Pakistan. Otoritas Manajemen Bencana Nasional melaporkan lebih dari 1.000 korban tewas, sementara lebih dari 2 juta lainnya terpaksa mengungsi. Pejabat kesehatan memperingatkan bahwa wilayah terdampak bencana sangat rentan terhadap penyakit yang ditularkan melalui air, seperti kolera.

Kolera adalah infeksi bakteri yang menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi. Penyakit ini dapat menyebabkan diare parah, muntah, dan kram otot. Tanpa penanganan segera, penderitanya bisa meninggal hanya dalam beberapa jam.

1. Kondisi yang tidak higienis dapat tingkatkan risiko infeksi

Dilansir dari Al Jazeera, dokter spesialis penyakit menular, Shobha Luxmi, mengungkapkan bahwa meningkatnya jumlah kamp pengungsian dan kondisi yang tidak higienis dapat meningkatkan risiko infeksi secara signifikan. Menurutnya, akses terhadap air bersih, kebersihan, dan dukungan nutrisi harus menjadi prioritas dalam upaya bantuan.

Palang Merah Inggris juga menyoroti minimnya toilet yang layak bagi warga yang tinggal di tempat penampungan, gedung umum, atau kamp darurat di dataran tinggi.

“Mereka juga kekurangan fasilitas cuci tangan. Hal ini membuat penyakit seperti disentri dan kolera dapat menyebar sangat cepat di tempat-tempat yang padat," kata kelompok tersebut.

2. Ratusan fasilitas kesehatan rusak dan hancur total akibat banjir

Pejabat kesehatan di Pakistan melaporkan peningkatan diare, penyakit kulit, dan infeksi mata selama banjir bandang pada 2022. Di provinsi Sindh dan wilayah lainnya yang terdampak parah, lebih dari 90 ribu kasus diare tercatat hanya dalam satu hari saja.

Penyakit yang ditularkan melalui air, seperti kolera, sebenarnya dapat diobati dengan mudah menggunakan garam rehidrasi oral atau infus jika diperlukan. Namun, dengan banyaknya fasilitas kesehatan yang terdampak banjir, jutaan orang kesulitan memperoleh akses terhadap perawatan dan pengobatan yang sangat dibutuhkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa 888 fasilitas kesehatan di Pakistan mengalami kerusakan dan 88 lainnya hancur total akibat banjir.

Bulan Sabit Merah Pakistan menjalankan fasilitas kesehatan keliling di beberapa wilayah yang terdampak bencana. Bersama dengan lembaga-lembaga bantuan seperti WHO, gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit terus memantau penyakit yang ditularkan melalui air serta menyalurkan pasokan medis ke tempat-tempat yang membutuhkan.

3. Sistem kesehatan dan tanggap bencana Pakistan belum cukup memadai

Perubahan iklim dianggap sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap banjir di Pakistan. Negara ini termasuk dalam 10 negara paling rentan terhadap perubahan iklim, meskipun menyumbang kurang dari 1 persen emisi global.

Awal tahun ini, laporan kelompok hak asasi manusia Amnesty International menyebutkan bahwa sistem kesehatan dan tanggap bencana Pakistan gagal memenuhi kebutuhan anak-anak dan orang tua, yang paling berisiko mengalami kematian dan penyakit akibat cuaca ekstrem.

“Sistem kesehatan Pakistan sangat kekurangan dana dan kewalahan, bahkan pada masa-masa nondarurat. Keadaan darurat iklim menambah tekanan yang tak tertahankan, dan sistem ini gagal memberikan perawatan yang memadai bagi mereka yang membutuhkan," kata Laura Mills, peneliti dari program tanggap krisis Amnesty International.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team