Banjir Libya, Pemerintah Dituding Abai Ancaman Bencana

Jakarta, IDN Times - Banjir bandang yang melanda bagian timur Libya awal pekan ini telah menimbulkan kerusakan masif. Belasan ribu orang dilaporkan tewas dan ribuan lainnya hilang setelah dua bendungan di kawasan tersebut jebol dan menyapu sebagian besar kota di bawahnya.
Namun ahli hidrologi, Abdul Wanis Ashour, mengatakan bahaya yang dihadapi oleh penduduk di kota pelabuhan Derna itu sebenarnya bukan rahasia lagi. Ia mengungkapkan bahwa sistem bendungan tersebut mengalami masalah dan pemerintah pun mengetahuinya.
“Saat saya mengumpulkan data, saya menemukan sejumlah masalah di Lembah Derna: retakan pada bendungan, jumlah curah hujan, dan banjir yang berulang. Saya juga menemukan sejumlah laporan yang memperingatkan akan terjadinya bencana di lembah Lembah Derna jika bendungan tidak dipelihara," katanya kepada Reuters.
Dalam makalah akademis yang diterbitkannya tahun lalu, Ashour memperingatkan bahwa jika bendungan itu tidak segera diperbaiki, maka kota tersebut akan menghadapi potensi bencana.
“Sebelumnya sudah ada peringatan. Negara mengetahui hal ini dengan baik, baik melalui para ahli di Komisi Air Umum atau perusahaan asing yang datang untuk menilai bendungan tersebut,” imbuhnya.
1. Renovasi bendungan terkendala akibat situasi keamanan
Pihak berwenang telah mencoba memperbaiki bendungan di atas Derna sejak 2007, ketika sebuah perusahaan Turki mendapatkan kontrak untuk merenovasi bendungan tersebut. Namun Omar al-Moghairbi, juru bicara komite Kementerian Sumber Daya Air, mengatakan kontraktor itu tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya karena situasi keamanan. Mereka juga tidak kembali ketika diminta.
Pada 2011, penguasa lama Libya, Muammar Gaddafi, digulingkan dalam pemberontakan yang didukung NATO. Selama bertahun-tahun kemudian, Derna sempat dikuasai oleh faksi-faksi militan Islam, termasuk Al Qaeda dan ISIS.
“Anggaran sudah dialokasikan tapi kontraktornya tidak ada,” kata Moghairbi.
Menurutnya, sekalipun pekerjaan renovasi itu selesai dilakukan, bendungan tersebut akan tetap gagal karena luapan banjir yang diakibatkan oleh Badai Daniel melebihi kapasitas bangunan.
Pada 2021, laporan Biro Audit Libya menyatakan Kementerian Sumber Daya Air telah gagal melanjutkan pekerjaan pemeliharaan pada dua bendungan utama di atas Derna. Dari 2,3 juta euro (sekitar Rp37 miliar) yang dialokasikan untuk pemeliharaan dan rehabilitasi bendungan, hanya sebagian saja yang digunakan.
"Banyak orang yang bertanggung jawab atas hal ini. Bendungannya belum diperbaiki, jadi sekarang menjadi bencana," kata Alwad Alshawly, seorang guru bahasa Inggris yang telah menghabiskan tiga hari menguburkan jenazah sebagai relawan penyelamat.
"Ini adalah kesalahan manusia, dan tidak ada seorang pun yang mau menanggung akibatnya."