Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
bendera Belanda (unsplash.com/Alexander)
bendera Belanda (unsplash.com/Alexander)

Intinya sih...

  • Penyelenggara khawatir timbulnya kerusuhan.

  • Pemerintah Belanda mendorong UE untuk menjatuhkan sanksi ekonomi dan perdagangan terhadap Israel.

  • Belanda dan negara Eropa lainnya makin kritis terhadap tindakan Israel di Gaza.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perusahaan pertahanan Israel tidak akan diizinkan untuk berpartisipasi dalam pameran senjata NIDV Exhibition Defence & Security (NEDS) yang digelar di Rotterdam, Belanda, tahun ini. Langkah ini diambil menyusul meningkatnya kecaman internasional terhadap perang genosida Israel di Jalur Gaza.

Hans Huigen, direktur Yayasan Industri Pertahanan dan Keamanan Belanda selaku penyelenggara acara, mengatakan bahwa empat perusahaan Israel telah mendaftar untuk mendapatkan stan pameran, tapi semuanya ditolak.

“Situasi di Gaza saat ini telah memburuk sedemikian rupa sehingga menimbulkan keresahan sosial di berbagai belahan dunia, termasuk di Eropa dan Belanda. Kami telah memberi tahu mereka bahwa kami mengkhawatirkan keamanan penyelenggaraan pameran jika mereka ikut serta," kata Huigen pada Kamis (21/8/2025), dikutip dari Anadolu.

Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut bukan didasarkan pada penentangan terhadap Israel, melainkan murni karena alasan keamanan.

“Bukan kewenangan kami untuk memiliki pendapat soal itu, tetapi kami mendengarkan dan memperhatikan apa yang terjadi di masyarakat serta politik terkait isu ini,” tambahnya.

1. Penyelenggara khawatir timbulnya kerusuhan

Langkah ini diambil di tengah upaya pemerintah Belanda mendorong Uni Eropa (UE) untuk menjatuhkan sanksi ekonomi dan perdagangan terhadap Israel. Pada Mei, Menteri Luar Negeri Belanda, Caspar Veldkamp, mendukung tinjauan hukum terhadap Perjanjian Asosiasi UE dengan Israel, yang hasilnya menunjukkan bahwa Israel telah melanggar persyaratan hak asasi manusia dalam perjanjian tersebut.

Huigen mengatakan bahwa mengizinkan perusahaan Israel ikut serta dalam pameran sementara pemerintah menyerukan sanksi akan menimbulkan kontradiksi.

Perusahaan-perusahaan Israel secara rutin berpartisipasi dalam pameran di Ahoy Rotterdam dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kehadiran mereka berulang kali memicu protes. Tahun lalu, demonstrasi memanas hingga berujung bentrokan dengan polisi, perusakan jendela, dan sejumlah penangkapan.

Huigen mengatakan bahwa penyelenggara terpaksa memperketat pengamanan pada 2024. Ia juga menilai risiko kerusuhan tahun ini justru akan lebih besar jika Israel ikut serta.

2. Belanda dan negara Eropa lainnya makin kritis terhadap tindakan Israel di Gaza

Belanda, seperti beberapa negara Eropa lainnya, semakin kritis terhadap tindakan Israel seiring berlanjutnya perang di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 62 ribu warga Palestina. Negara ini bahkan telah mengambil langkah-langkah untuk membatasi hubungannya dengan Tel Aviv.

Pada April 2025, pemerintah Belanda mengumumkan telah memperketat pengawasan ekspor terhadap seluruh produk militer dan barang berfungsi ganda yang ditujukan ke Israel. Langkah baru tersebut mengharuskan seluruh ekspor dan transit barang ke Israel diperiksa untuk memastikan kepatuhannya terhadap regulasi UE, serta tidak lagi tercakup dalam lisensi ekspor reguler.

Belanda telah menghentikan ekspor senjata langsung ke Israel beberapa bulan setelah meletusnya perang di Gaza pada Oktober 2023. Meski demikian, laporan Globes menyebutkan bahwa Belanda masih memasok suku cadang jet tempur F-35 ke Israel secara tidak langsung melalui negara-negara ketiga.

3. Stan pameran senjata Israel juga di Prancis pada Juni

Sebelumnya, pihak berwenang Prancis juga menutup stan industri senjata Israel di Paris Air Show pada Juni lalu. Para pejabat saat itu mengatakan bahwa stan-stan tersebut memamerkan senjata ofensif yang kemungkinan digunakan di Gaza.

Perusahaan-perusahaan terkait kemudian membawa kasus ini ke pengadilan Prancis. Namun, pengadilan menolak mencabut larangan tersebut, dengan alasan tidak memiliki wewenang untuk menentang arahan pemerintah, dilansir dari Haaretz.

Meski sejumlah negara masih menjalin kerja sama dengan perusahaan pertahanan Israel, sebagian besar memilih melakukannya secara tertutup. Awal pekan ini, Serbia dilaporkan telah menyepakati sistem pembelian sistem pertahanan senilai 1,6 miliar dolar AS (sekitar Rp26 triliun), termasuk drone dari Elbit Systems.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team