Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dua Menteri Israel Dilarang Masuk Belanda

ilustrasi bendera Belanda (unsplash.com/Remy Gieling)
ilustrasi bendera Belanda (unsplash.com/Remy Gieling)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Belanda melarang masuk Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich. Keduanya kini dinyatakan sebagai persona non grata, sebuah status diplomatik yang menandakan mereka adalah individu yang tidak diinginkan kehadirannya di negara tersebut.

Mereka dituduh berulang kali menghasut kekerasan dan pembersihan etnis terhadap penduduk Palestina. Sebelumnya, Inggris, Kanada, Australia, dan Norwegia telah lebih dulu memberlakukan larangan serupa.

1. Dilarang karena serukan pembersihan etnis Palestina

Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp mengumumkan keputusan tersebut pada Senin (28/7/2025) malam waktu setempat. Ia menyatakan tindakan dan pernyataan kedua menteri Israel itu telah melanggar prinsip-prinsip fundamental hukum internasional serta mengganggu prospek perdamaian.

"Keduanya telah berulang kali menghasut kekerasan terhadap penduduk Palestina, terus-menerus mengadvokasi perluasan permukiman ilegal, dan menyerukan pembersihan etnis di Jalur Gaza. Tindakan dan pernyataan ini tidak dapat dibenarkan," tutur Veldkamp, dikutip dari Anadolu Agency.

Sebagai tindak lanjut, pemerintah Belanda akan mendaftarkan nama keduanya sebagai individu yang tidak diinginkan dalam sistem registrasi Schengen. Langkah ini akan melarang mereka memasuki sebagian besar wilayah negara-negara Eropa yang tergabung dalam perjanjian tersebut.

Selain itu, Kementerian Luar Negeri Belanda juga akan memanggil Duta Besar Israel untuk menyampaikan protes secara langsung. Belanda meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengubah arah kebijakannya di Gaza.

2. Menteri Israel mengaku tidak gentar dengan sanksi Belanda

Keputusan Belanda ini disambut dengan respons keras dan menantang dari kedua menteri Israel yang menjadi target. Mereka menuduh Belanda dan negara-negara Eropa lainnya telah bersikap munafik dan lebih memihak musuh-musuh Israel. Ben-Gvir menyatakan bahwa ia tidak akan gentar dan akan terus melanjutkan pekerjaannya.

"Bahkan jika saya dilarang memasuki seluruh Eropa, saya akan terus berjuang untuk negara kami dan menuntut agar kami menggulingkan Hamas serta mendukung para pejuang kami. Di tempat di mana terorisme ditoleransi dan teroris disambut, seorang menteri Yahudi dari Israel tidak diterima," tulisnya di media sosial X, dikutip dari Jerusalem Post.

Sementara itu, Smotrich mengaitkan pelarangan tersebut dengan meningkatnya gelombang antisemitisme di Eropa. Menurutnya, para pemimpin Eropa telah terpengaruh kebohongan dari kelompok Islam radikal yang sedang mengambil alih benua tersebut. Smotrich juga mengatakan bahwa keamanan Israel lebih penting daripada hak untuk dapat memasuki wilayah Belanda, dilansir Times of Israel.

3. Ketegangan Belanda-Israel terkait krisis di Gaza

Pelarangan ini merupakan bagian dari ketegangan diplomatik antara pemerintah Belanda dan Israel saat ini. Sebelumnya, Perdana Menteri Belanda Dick Schoof dan Presiden Israel Isaac Herzog berselisih di media sosial.

Perselisihan tersebut dipicu oleh unggahan Schoof setelah melakukan panggilan telepon dengan Herzog. Dalam unggahannya, Schoof mengancam akan mendukung sanksi tingkat Uni Eropa jika akses bantuan kemanusiaan ke Gaza tidak segera diperbaiki. Herzog balas mengkritik unggahan Schoof karena dinilai tidak mencerminkan isi pembicaraan mereka yang sebenarnya.

"Maaf, Perdana Menteri, dengan segala hormat—tweet ini tidak mencerminkan semangat atau detail dari panggilan telepon kita. Ini juga tidak mencerminkan posisi saya: akan menjadi kesalahan besar jika Uni Eropa mengambil langkah-langkah seperti itu, terutama mengingat upaya kemanusiaan Israel yang sedang berlangsung dan ditingkatkan," tulis Herzog, dikutip dari Middle East Eye.

Belanda telah mempertimbangkan untuk menangguhkan partisipasi Israel dari program penelitian bergengsi Horizon Uni Eropa. Schoof juga menyebut kemungkinan sanksi tambahan, termasuk di bidang perdagangan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us