Chad: Pemberontak Ancam Akan Gulingkan Putra Presiden

N'djamena, IDN Times - Pada hari Selasa (20/4), militer mengumumkan kematian Presiden Republik Chad yang bernama Idriss Deby. Presiden meninggal karena luka-luka yang ia derita akibat serangan dari kelompok pemberontak.
Kekosongan kekuasaan memicu dibentuknya dewan transisi pemerintah yang diambil alih oleh militer. Mereka mengumumkan penerapan jam malam dan memilih pemimpin sementara untuk menduduki jabatan presiden dewan transisi. Orang yang ditunjuk adalah putra Idriss Deby yang bernama Mahamat Idriss Deby.
Namun kelompok pemberontak yang sejak tahun 2016 berupaya menggulingkan pemerintah Republik Chad, menolak keputusan tersebut. Mereka mengancam akan menuju ibukota N'djamena dan menggulingkan putra presiden.
1. "Chad bukanlah monarki" kata pemberontak
Kelompok pemberontak yang disalahkan atas kematian Presiden Republik Chad adalah Front Pour l'Alternance et La Concorde au Tchad (FACT). Kelompok tersebut melancarkan serangan ke bagian utara Chad di daerah pegunungan yang bernama Tibesti, persis setelah pemilu dilakukan dan Idriss Deby mengklaim kemenangannya.
FACT juga segera memberikan tanggapan atas penunjukkan putra presiden sebagai pemimpin sementara. Melansir dari laman Associated Press, "Chad bukanlah monarki. Pelimpahan kekuasaan tidak ada di negara kita," kata FACT dalam sebuah pernyataan.
Idriss Deby telah berkuasa di Chad sejak tahun 1990 dan itu berarti ia telah memimpin Chad sekitar 30 tahun. Kemenangannya dalam pemilu yang baru saja diklaim, memberikan mandat lagi kepada dirinya untuk melanjutkan kepemimpinan tersebut.
Idriss Deby juga salah satu pemimpin Afrika yang memiliki hubungan erat dengan Barat terutama Amerika Serikat dan Prancis. Chad bekerja sama dengan beberapa negara tetangga dengan Prancis dalam operasi Barkhane. Prancis mengerahkan lebih dari 5.000 personel dalam operasi militer ini.